Di sebuah kota kecil yang dilanda musim dingin paling buruk dalam 50 tahun terakhir, seorang anak jalanan bernama Eli duduk meringkuk di sudut gang. Ia sudah dua hari tidak makan. Orang-orang berlalu-lalang, sibuk dengan urusannya masing-masing. Tak ada yang memperhatikannya.
Tapi pagi itu, seorang wanita tua datang dari toko roti. Ia membawa dua roti kecil. Melihat Eli, ia ragu sejenak—karena ia sendiri tidak punya banyak uang. Tapi akhirnya ia memutuskan memberi satu dari dua roti itu kepada Eli.
Eli mengangkat kepala, menerima roti itu, dan berkata, “Terima kasih, Nyonya.”
Wanita tua itu tersenyum, lalu berjalan pergi. Ia tidak tahu bahwa hari itu, sepotong roti menyelamatkan nyawa Eli.
Ia tidak tahu bahwa Eli tumbuh besar, masuk panti asuhan, lalu dapat beasiswa.
Ia tidak tahu bahwa 20 tahun kemudian, Eli menjadi dokter bedah yang dikenal menyelamatkan ratusan nyawa.
Dan ia tidak tahu bahwa satu pasien terakhir yang ditolong Eli secara gratis—karena ia merasa tergerak untuk menolong seorang lansia miskin—adalah wanita tua yang dulu memberinya sepotong roti.
Dan saat operasi selesai, ia hanya berbisik,
“Dulu, Anda memberi saya hidup dengan sepotong roti. Hari ini, saya hanya mengembalikannya.”
Pesan Khotbah
📖 Galatia 6:9
“Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.”
Kadang kita berpikir kebaikan kecil kita tidak ada artinya. Tapi Tuhan bisa pakai satu senyuman, satu roti, satu kata dorongan, satu pelukan, satu doa kecil—untuk menyalakan kembali harapan seseorang.
📖 Galatia 6:9
“Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar