Total Tayangan Halaman

Jesus Jalan Keselamatan

Yohanes 14:6 Kata Yesus kepadanya: "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku

Lam_Mar Sihaholongan

Marsipature Rohana Be Ma

Senin, 28 November 2011

Bilbliologi (masih dalam editan)

BIBLIOLOGY – THEOLOGIA TENTANG ALKITAB
1. Pendahuluan
Istilah dalam bahasa Indonesia “Alkitab” berasal dari bahasa Arab, yang berarti “buku”. Istilah dalam bahasa Inggris “bible” berasal dari kata Yunani biblion, yang berarti “buku” atau “gulungan”. Kata ini berasal dari kata byb1os, yang menunjuk kepada tanaman papirus yang tumbuh di tepi sungai, khususnya sepanjang Sungai Nil di Mesir. Bahan‑bahan yang digunakan dalam tulis‑menulis berasal dari tanaman papirus ini. Selanjutnya, bentuk jamakbiblia digunakan oleh orang Kristen yang berbahasa Latin yang menunjuk kepada semua buku dalam Perjanjian Lama dan Baru.
Istilah “Kitab Suci” berasal dari kata Yunani graphe, yang secara sederhana berarti “tulisan”. Dalam PL, tulisan ini dipandang memiliki otoritas tinggi (2 Raja 14:6; 2 Taw. 23:18; Ezra 3:2; Neh. 10:34). “Tulisan‑tulisan” dalam PL dikelompokkan dalam 3 (tiga) kelompok: Kitab Hukum, Kitab Para Nabi, dan Kitab Puisi, dan tersusun dari 39 kitab PL. Secara formal tulisan‑tulisan ini, yaitu Kitab Suci, dikombinasikan ke dalam Kanon PL.
Dalam PB, kata kerja Yunani grapho digunakan 90 kali yang mengacu pada Alkitab, sedangkan kata benda graphe digunakan 51 kali dalam PB, dan sebagian besar menunjuk kepada Kitab Suci.
2. Asal Mula Alkitab
2.1. Klaim Alkitab
Banyak bukti menyatakan bahwa Alkitab adalah suatu kitab utuh dan unik, tidak sama dengan buku‑buku lain. Keunikan ini menyatakan dalam dirinya sendiri suatu kesaksian atas sifat‑sifatnya yang luar biasa. Sekitar 3800 kali Alkitab menyatakan,“Allah berkata” atau “Demikianlah firman TUHAN” (Kel. 14: 1; 20: 1, Im. 4: 1, Bil. 4: 1, Ul. 4:2; 32:48, Yes. 1: 10, 24, Yer. 1: 11; Yeh. 1:3, dsb.).
Paulus juga menyatakan bahwa apa yang dia tuliskan adalah perintah Tuhan (1 Kor. 14:37), dan diterima dengan penuh ucapan syukur oleh orang percaya (1 Tes. 2:13). Petrus menyatakan kepastian Kitab Suci dan perlunya hidup dari Firman Allah (2 Pet. 1: 16‑2 1). Yohanes juga menyatakan bahwa pengajarannya adalah dari Allah; menolak pengajarannya berarti menolak Allah (1 Yoh. 4:6).
Menanggapi mereka yang menolak alasan yang disebutkan di atas, perlu dicatat bahwa para penulis yang mengklaim untuk Kitab Suci adalah orang-orang yang layak yang mempertahankan integritas Kitab Suci dalam pengorbanan diri yang besar. Yeremia menerima beritanya langsung dari Tuhan (Yer. 11: 1-3), sekalipun demikian pembelaannya terhadap Kitab Suci nyaris menyebabkan ia terbunuh (Yer. 11:21); bahkan keluarganya juga menolaknya (Yer. 12:6). Nabi‑nabi palsu banyak yang menentangnya (Yer. 23:21, 32; 28:1‑17). Namun, klaim Alkitab tidak harus dipahami dalam argumentasi yang berputar‑putar. Kesaksian dari para saksi yang layak dipercaya ‑ khususnya Yesus, tetapi juga yang lainnya seperti Musa, Yosua, Daud, Daniel, dan Nehemia dalam PL, dan Yohanes serta Paulus dalam PB ‑ menyatakan otoritas dan pengilhaman verbal Kitab Suci.
2.2. Kesinambungan Alkitab
Asal‑usul Alkitab yang ilahi lebih lanjut nampak dalam kesinambungan pengajarannya terlepas dari hakekat komposisinya yang luar biasa. Alkitab ditulis oleh 40 orang penulis yang berbeda dengan profesi yang berbeda‑beda pula. Ada Musa, seorang pemimpin politik; Yosua, seorang pemimpin militer; Daud, seorang gembala; Salomo, seorang raja; Amos, seorang peternak dan pemungut ara hutan; Daniel, seorang perdana menteri; Matius, seorang pemungut cukai; Lukas, seorang dokter medis; Paulus, seorang rabi; dan Petrus, seorang nelayan.
Selanjutnya, Alkitab tidak hanya ditulis oleh penulis yang berbeda‑beda, tetapi juga di lokasi dan lingkungan yang berbeda. Alkitab ditulis di tiga benua: Eropa, Asia, dan Afrika. Paulus menulis dari penjara Roma dan juga dari kota Korintus ‑ keduanya di Eropa; Yeremia (dan kemungkinan besar Musa) menulis dari Mesir di Afrika; sebagian besar kitab lainnya ditulis di Asia. Musa menulisnya di padang belantara, Daud menyusun mazmurnya di pedesaan, Salomo menulis Amsal di istana raja, Yohanes menulis sebagai orang buangan di Pulau Patmos, dan Paulus menulis kelima bukunya dari penjara.
Nampak bahwa banyak penulis tidak mengenal penulis Kitab Suci yang lainnya dan tidak akrab dengan tulisan lainnya, karena rentang penulisan kitab-kitab itu hampir 1500 tahun, namun demikian Alkitab memiliki kesatuan yang utuh dan menakjubkan. Tidak ada kontradiksi atau ketidak‑konsistenan di dalamnya. Roh Kudus menyatukan 66 kitab dan menetapkan kesatuannya yang harmonis. Dalam kesatuan tersebut, kitab‑kitab itu mengajarkan ketritunggalan Allah, keilahian Yesus Kristus, kepribadian Roh Kudus, kejatuhan dan kerusakan manusia, dan juga keselamatan oleh anugerah. Jelas bahwa manusia saja tidak akan mampu mengharmonisasikan pengajaran‑ pengajaran Alkitab. Jawabannya hanyalah bahwa ada pengarang ilahi Alkitab.
3. Pewahyuan Ilahi Alkitab
3.1. Definisi Pewahyuan
Istilah “pewahyuan” berasal dari kata Yunani αποκαλυθις (apokalupsis), yang berarti “tidak tertutup” atau “tidak terselubung”. Jadi, pewahyuan berarti Allah tidak menyelubungi Diri‑Nya terhadap manusia. Pewahyuan menyebabkan kemungkinan munculnya teologi; jika Allah tidak menyatakan Diri‑Nya, tidak akan ada pernyataan yang akurat dan proposional tentang Allah. Roma 16:25 dan Lukas 2:32 menyatakan Allah menyatakan Diri‑Nya dalam Pribadi Yesus Kristus. Itulah puncak pewahyuan Allah.
Pewahyuan bisa didefinisikan sebagai “tindakan Allah dimana Ia menyatakan Diri‑Nya sendiri atau mengkomunikasikan kebenaran kepada pikiran, dimana Ia menyatakan kepada makhluk ciptaan‑Nya apa yang tidak bisa diketahui dengan cara lain. Pewahyuan bisa terjadi dalam suatu tindakan yang tunggal dan instant, atau berkembang meliputi suatu masa; dan komunikasi tentang Diri dan Kebenaran‑Nya bisa diterima pikiran manusia dalam berbagai tingkat kepenuhannya”. Hal penting yang ditekankan di sini adalah bahwa Allah membuka kebenaran tentang Diri‑Nya sehingga manusia bagaimana pun juga akan tahu.
Dalam arti yang lebih luas, “pewahyuan” menyatakan bahwa “Allah menyatakan Diri‑Nya melalui alam ciptaan, sejarah, dan hati nurani manusia dan Alkitab. Pewahyuan diberikan baik dalam peristiwa atau kata”. Pewahyuan mencakup hal yang “umum” ‑ Allah menyatakan Diri‑Nya dalam sejarah dan alam, dan secara “khusus” ‑ Allah menyatakan Diri‑Nya dalam Kitab Suci dan Anak‑Nya.
Secara singkat kedua bentuk pewahyuan itu dapat dipahami melalui bagan berikut :
BENTUK PEWAHYUAN ILAHI
Jenis
Wujud
Ayat Acuan
Kejelasan
Mazmur 19:1-6
Keberadaan Allah
Kemuliaan Allah
Dalam Alam
Roma 1:18-21
Allah Mahakuasa
Allah menghakimi
Matius 5:45
Allah baik bagi setiap orang
Pewahyuan
Kisah 14:15-17
Allah memberikan makanan
Umum
Dalam
bagi semua orang
Pemeliharaan
Daniel 2:21
Allah membangkitkan dan me-
lengserkan pemimpin
Dalam hati nurani
Roma 2:14-15
Allah menempatkan hukum-
Nya dalam hati semua orang
Yohanes1:18
Seperti apa Bapa itu
Yohanes 5:36-37
Belas kasihan Bapa
Dalam
Yohanes 6:63;
Bapa memberikan hidup-Nya
Yesus Kristus
Yohanes 14:10
kepada mereka yang percaya
Pewahyuan
kepada Anak
Khusus
2 Tim. 3:16-17
Semua ajaran, teguran, koreksi
dan bimbingan yang dibutuh-
kan orang Kristen untuk ke-
Dalam
hidupan yang baik
Alkitab
2 Petrus 1:21
Allah telah memilih menyata-
kan Diri melalui penulis manu-
sia yang dipimpin oleh Roh
Kudus
4. Pengilhaman Alkitab
4.1. Perlunya Pengilhaman
Pengilhaman dibutuhkan untuk meneguhkan pewahyuan Allah. Jika Allah telah menyatakan Diri‑Nya tetapi rekaman pewahyuan tidak dilakukan dengan akurat, maka pewahyuan Allah akan terus dipertanyakan. Jadi, pengilhaman menjamin keakuratan pewahyuan.


4.2. Definisi Pengilhaman
Pengilhaman dapat didefinisikan sebagai “pembimbingan Roh Kudus terhadap para penulis sehingga sekalipun mereka menulis dengan gaya dan kepribadian mereka masing‑masing, hasilnya adalah Firman Allah yang tertulis ‑ otoritatif, layak dipercaya, dan bebas dari salah dalam naskah aslinya.” Berikut ini adalah definisi yang dikemukakan oleh para teolog Injili:

(a) B.B. Warfield ‑ “Pengilhaman adalah suatu pengaruh supranatural oleh Roh Allah terhadap penulis Kitab Suci, dengan maksud agar tulisan mereka merupakan hal yang dapat dipercaya yang diberikan oleh Allah.”
(b) E.J. Young ‑ “Pengilhaman adalah bimbingan Roh Kudus Allah terhadap para penulis Kitab Suci, sehingga Kitab Suci memiliki otoritas dan kelayakan Ilahi dan, dengan demikian, bebas dari salah”.
(c) C.H. Ryrie ‑ “Pengilhaman adalah ……. bimbingan Allah terhadap penulis manusia, sehingga dengan menggunakan kepribadian mereka sendiri, mereka menulis dan merekam tanpa salah pewahyuan‑Nya kepada manusia dalam kata‑kata di naskah aslinya. “
Ada beberapa hal penting dalam pengilhaman dari berbagai definisi di atas :
(1) unsur ilahi ‑ Allah Roh Kudus membimbing para penulis, untuk menjamin keakuratan penulisan;
(2) unsur manusia ‑ penulis manusia menulis menurut gaya dan kepribadian mereka sendiri;
(3) hasil kepengarangan ilahi‑manusia ini merupakan rekaman kebenaran Allah tanpa salah;
(4) pengilhaman berkembang kepada pemilihan kata‑kata oleh para penulis;
(5) pengilhaman berkaitan dengan naskah asli.
Istilah bahasa Inggris inspiration dalam penggunaan teologisnya berasal dari Alkitab Vulgata Latin dimana kata kerja inspiro muncul dalam 2 Tim. 3:16 dan 2 Pet. 1:21. Katainspiration digunakan untuk menerjemahkan θεοπυστος, theopneustos, kata Yunani yang hanya muncul dalam PB, dalam 2 Tim. 3:16. Theopneustos berarti “hembusan nafas Allah”, sehingga ilham lebih akurat karena menekankan bahwa Kitab Suci merupakan hasil hembusan nafas Allah. Kitab Suci bukan merupakan sesuatu yang dihembusi ke dalam oleh Allah, melainkan telah dihembusi keluar oleh Allah.
4.3. Pandangan Keliru tentang Pengilhaman
Berikut ini adalah beberapa pandangan yang keliru tentang pengilhaman:
(1) Pengilhaman Alamiah (Natural Inspiration) ‑ Pandangan ini menyatakan bahwa tidak ada campur tangan supranatural terhadap pengilhaman Alkitab; para penulis Kitab Suci adalah orang‑orang biasa yang mempunyai kemampuan luar biasa yang menulis kitab‑kitab dalam Alkitab dengan cara yang sama ketika seseorang akan menulis sebuah buku. Para penulis adalah orang‑orang dengan pengamatan agamawi yang luar biasa, dan menuliskan hal‑hal agamawi dengan cara yang sama seperti Shakespeare atau Schiller menulis sastra.
(2) Penerangan Rohani (Spiritual Illumination)‑ Pandangan ini menyatakan bahwa mungkin saja ada orang Kristen yang rnemiliki pandangan rohani lebih cermat dari orang Kristen lainnya. Orang seperti itulah yang diterangi oleh Roh Kudus, yang dapat menjadi penulis Kitab Suci yang terilhami. Penganut pandangan ini menyatakan bahwa tidak ada tulisan yang diilhami, melainkan penulisnya yang diilhami.
(3) Pengilhaman Sebagian atau Dinamis (Partial or Dynamic Inspiration) ‑ Pandangan ini menyatakan bahwa bagian‑bagian Kitab Suci yang berkaitan dengan masalah iman dan prakteknyalah yang diilhami, sedangkan yang menyangkut hal‑hal seperti sejarah, ilmu pengetahuan, kronologis, atau masalah non‑iman lainnya bisa salah. Menurut pandangan ini, Allah menjaga berita keselamatan di antara materi lain yang bisa salah. Pandangan ini menolak pengilhaman verbal (pengilhaman terhadap kata‑kata Kitab Suci), dan menolak pengilhaman menyeluruh (pengilhaman atas seluruh isi Kitab Suci).
Meskipun ada, kesalahan dalam Kitab Suci, kata mereka, namun suatu media yang tak sempurna tetap bisa merupakan bimbingan yang cukup kepada keselamatan.
Kita bisa mempertanyakan kepada penganut pandangan ini: bagian Alkitab manakah yang diilhamkan dan bagian manakah yang mengandung kesalahan? Siapa yang menentukan bagian Alkitab mana yang layak dipercaya dan mana yang keliru? (Yang percaya bahwa ada kesalahan dalam Alkitab saling berselisih pendapat tentang daftar kesalahan dalam Alkitab).
(4) Pengilhaman Konsep (Conceptional Inspiration) ‑ Pandangan ini menyatakan bahwa hanya konsep atau gagasan penulislah yang diilhami, bukan kata‑katanya. Menurut pandangan ini, Allah memberikan suatu ide atau konsep kepada penulis yang kemudian menuangkan ide tersebut dalam kata‑kata mereka sendiri. Itu berarti bisa ada kesalahan dalam Kitab Suci karena pemilihan kata diserahkan kepada penulis; dan tidak dibimbing oleh Allah. Namun, kenyataannya, Yesus sendiri (Mat. 5:18), dan Paulus (I Tes. 2:13) menyatakan adanya pengilhaman verbal.
(5) Dikte Ilahi (Divine Dictation) ‑ Pandangan ini menyatakan bahwa Allah mendiktekan kata‑kata dalam Kitab Suci dan kemudian orang-orang menuliskannya secara pasif, yaitu seperti sekretaris yang hanya menuliskan kata‑kata yang disuruhkan kepada mereka.
Meskipun ada beberapa bagian Kitab Suci yang didiktekan (mis. Kel. 20:1,“Lalu Allah mengucapkan segala firman ini:”), kitab‑kitab dalam Kitab Suci menyatakan adanya kontras dalam gaya dan kosakata, yang membuktikan bahwa para penulis bukan sekedar orang-orang otomatis. Misalnya, Yohanes menulis dengan gaya sederhana dengan kosakata terbatas, sedangkan Lukas menulis dengan kosakata yang dikembangkan dan gaya yang lebih canggih. Jika teori pendiktean ini benar, gaya penulisan kitab‑kitab seharusnya seragam.
(6) Pandangan neo‑orthodox ‑ Pandangan ini menyatakan bahwa Alkitab tidak boleh tepat disamakan dengan Firman Allah karena Allah tidak hanya berbicara dengan menggunakan preposisi‑preposisi. Allah tidak hanya menyatakan Diri‑Nya dengan fakta‑fakta. Ia menyatakan Diri-Nya Sendiri. Alkitab bukanlahsubstansi Firman Allah, tetapi lebih merupakan kesaksian terhadap Firman Allah. Alkitab baru menjadi Firman Allah jika pembaca menjumpai Kristus dalam pengalaman pribadinya yang subyektif. Selanjutnya Alkitab penuh dengan mitos, sehingga dibutuhkan adanya demitologisasi (penghilangan mitos) Alkitab untuk menemukan apa yang sesungguhnya terjadi. Kesejarahan peristiwa tidak penting. Misalnya, apakah Yesus Kristus benar‑benar bangkit dari antara orang mati atau tidak dalam ruang dan waktu tidaklah penting bagi penganut pandangan ini. Hal yang penting adalah pengalaman perjumpaan yang mungkin terjadi sekalipun Alkitab mengandung kesalahan. Dalam pandangan ini otoritas terletak pada pengalaman subyektif setiap pribadi daripada Kitab Suci itu sendiri.
4.4. Pandangan Alkitab tentang Pengilhaman
4.4.1. Pandangan Kristus
Guna menentukan hakekat pengilhaman Alkitab, tak ada yang lebih signifikan dari pandangan Yesus Kristus sendiri. Pandangan Kristus ini harus menjadi norma pandangan kita tentang Alkitab. Jadi doktrin pengilhaman tidak hanya terletak pada kedua ayat penting: 2 Tim. 3:16 dan 2 Pet. 1:21, melainkan kepada pandangan Kristus terhadap Kitab Suci itu sendiri.
(a) pengilhaman keseluruhan, dimana Yesus Kristus menyatakan bahwa seluruh PL diilhamkan oleh Allah (Mat. 5:17‑18; Luk. 24:44; Yoh. 10:35).
(b) Pengilhaman per bagian, dimana Yesus mengutip bagian‑bagian PL sebagai bagian dari pengajaran‑Nya, misalnya:
Mat. 4:4‑7,10 mengutip dari Ul. 8:3; 6:13,16
Mat. 21:42 mengutip dari Maz. 118:22
Mat. 12:18‑21 mengutip dari Yes. 42:1‑4
(c) pengilhaman kata‑kata, dimana Yesus menunjukkan bahwa kata-kata yang ada dalam PL diilhamkan oleh Allah sendiri, misalnya:

>
 Dari Kel. 3:6 Akulah Allah ayahmu, … “ Yesus menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Akulah (dalam bentuk present) adalah Allah orang hidup, bukan Allah orang mati.
> Dari Maz. 110:1 “Demikianlah firman TUHAN kepada tuanku Yesus menjelaskan kata tuanku (my Lord) saat Ia berdiskusi dengan orang Farisi (Mat. 22:44).
> Dari Maz. 82:6 “Kamu adalah allah, … ” Yesus menjelaskan kata allah(gods) dalam pengajaran‑Nya (Yoh. 10:34)
(d) pengilhaman huruf, dimana Yesus menyatakan bahwa setiap huruf juga diilhamkan oleh Allah (Mat. 5:18).
(e) pengilhaman PB, dimana ucapan dengan engajaran Yesus juga diilhami oleh Roh Kudus (Yoh. 14:26).
4.4.2. Pandangan Paulus
(a) pengilhaman PL dan PB (1 Tim. 5:18 bdk. Ul. 25:4; Luk. 10:7).
(b) pengilhaman kata (2 Tim. 3:16).
(c) seluruh Kitab Suci dihembusi oleh Allah.

4.4.3. Pandangan Petrus
Sejalan dengan pandangan Rasul Paulus, Rasul Petrus menggunakan istilah “firman yang telah disampaikan oleh para nabi” (prophetic words) (2 Pet. 1:19), “nubuat‑nubuat dalam Kitab Suci” (prophecy of Scripture) (2 Pet. 1:20), dan “nubuat” (prophecy) (2 Pet. 1:21).

5. Inerensi Alkitab
5.1. Definisi Inerensi
Pemahaman tentang pengilhaman sesuai dengan pandangan orthodoks memuat istilah‑istilah: verbal (menyangkut seluruh kata), plenary (menyangkut seluruh Kitab Suci), infallible (tidak akan gagal), inerrant (tidak memuat kesalahan), unlimited (tidak terbatas).
Istilah “inerensi” (ketak‑bersalahan) menurut E.J. Young berarti “Kitab Suci memiliki kebebasan berkualitas dari kesalahan. Tidaklah mungkin salah, tidak bisa keliru. Dalam seluruh pengajarannya sempurna sesuai dengan kebenar­an.”
Sedangkan menurut Charles Ryrie dijelaskan dengan silogisme sebagai berikut: “Allah adalah benar (Roma 3:4); Kitab Suci dihembusi nafas Allah (2 Tim. 3:16); oleh sebab itu Kitab Suci benar (karena berasal dari hembusan nafas Allah yang benar)”. Selanjutnya ia menyatakan bahwa “secara sederhana Allah mengatakan kebenaran. Kebenaran dapat meliputi perkiraan, kutipan bebas, bahasa yang digunakan, dan berbagai hal sepanjang tidak saling bertentangan.”
Hasil dari Konsili Internasional Inerensi Alkitab menyatakan demikian, “Sebagai yang diberikan Allah secara utuh dan menyeluruh, Kitab Suci adalah tanpa salah atau kekeliruan dalam seluruh pengajarannya, baik yang menyatakan tentang tindakan Allah dalam penciptaan, tentang berbagai peristiwa sejarah dunia, dan tentang nilai sastranya sendiri, maupun dalam kesaksiannya tentang anugerah Allah yang menyelamatkan dalam kehidupan setiap pribadi.”
Jadi inerensi berarti, “Ketika semua fakta diketahui, Alkitab dalam naskah aslinya dan yang kemudian ditafsirkan dengan benar dinyatakan seluruhnya benar dalam apapun yang diajarkan, baik menyangkut doktrin, sejarah, ilmu pengetahuan, geografi, geologi, atau disiplin ilmu lainnya.”


5.2. Penjelasan Inerensi
Definisi inerensi di atas dapat lebih dipahami melalui penjelasan berikut:
(1) Inerensi membolehkan adanya keragaman gaya penulisan.
(2) Inerensi membolehkan adanya keragaman rincian dalam menjelaskan peristiwa yang sama.
(3) Inerensi tidak membutuhkan laporan peristiwa dengan kata‑kata yang tepat sama (verbatim report).
(4) Inerensi membolehkan terjadinya pemisahan dari bentuk standar tata- bahasa.
(5) Inerensi membolehkan munculnya ayat‑ayat yang sulit (bermasalah).
(6) Inerensi membutuhkan akunatbilitas yang tidak mengajarkan kesalahan atau kontradiksi (mis. Mat. 8:5‑13 dan Luk. 7:1‑10).
5.3. Masalah‑masalah jika menolak Inerensi
Jika orang menotak inerensi Alkitab, maka muncul masalah‑masalah berikut:
(1) Sesuatu yang salah atau keliru dapat mengajarkan kebenaran.
(2) Melecehkan karakter atau sifat Allah.
(3) Tidak saling sependapat dengan daftar kesalahan.


FIRMAN ALLAH :
DUA WAHYU YANG HIDUP

FIRMAN INKARNASI YANG HIDUP

FIRMAN TERTULIS YANG HIDUP

YESUS KRISTUS

ORANG TUA MANUSIAWI

NAUNGAN ROH KUDUS

TANPA DOSA

ALKITAB

PENULIS MANUSIAWI

BIMBINGAN ROH KUDUS

TANPA SALAH


6. Kanonisitas Alkitab
6.1. Definisi Kanonisitas
Jika Kitab Suci memang diilhami oleh Allah, muncul suatu pertanyaan penting: Kitab manakah yang diilhami? Dari sejarah nampaknya penting bagi umat Tuhan untuk menentukan kitab mana yang telah Allah ilhami dan yang mana yang dipandang berotoritas.
Istilah “kanon” digunakan untuk menggambarkan kitab‑kitab yang diilhami. Istilah ini berasal dari kata Yunani κανον, kanon, yang berasal dari kata Ibrani qaneh, yang berarti “buluh atau tongkat pengukur”. Jadi istilah “kanon” atau “kanonis” berarti menunjukkan suatu standar dengan apa kitab‑kitab itu diukur untuk menentukan apakah kitab‑kitab itu diilhami atau tidak. Perlu dicatat bahwa konsili keagamaan tidak memiliki kuasa untukmenyebabkan kita‑kitab itu diilhami, namun secara sederhana hanya mengenali apa yang Allah telah ilhami ketika kitab‑kitab itu ditulis.
Orang yahudi dan Kristen konservatif mengenali adanya 39 kitab dalam PL yang diilhami. Orang Protestan Injili mengenali 27 kitab PB yang diilhami. Orang‑orang Katolik Roma mempunyai total 80 kitab karena mereka mengenali kitab‑kitab Apokripa sebagai kitab‑kitab semi‑kanonis.

6.2. Kanonisitas PL
Teks Masoret PL membagi ke‑39 kitab‑kitab PL sbb.:
(1) Kitab Hukum (Pentateuch)
(2) Kitab Nabi‑nabi (Yosua, Hakim‑hakim, 1 dan 2 Samuel, 1 dan 2 raja‑raja, nabi besar dan nabi kecil)
(3) Tulisan (disebut juga “Mazmur”, termasuk puisi dan kitab‑kitab kebijaksanaan ‑ Mazmur, Amsal, dan Ayub; Gulungan – Kidung Agung, Rut, Ratapan, Pengkhotbah, dan Ester; dan Kitab Sejarah Daniel, Ezra, Nehemia, dan 1‑2 Tawarikh).
Pada mulanya, ke‑39 kitab ini dihitung sebagai 24 kitab dengan menggabungkan 1 dan 2 Samuel, 1 dan 2 Raja‑raja, 1 dan 2 Tawarikh, kitab nabi-nabi kecil, dan Ezra‑Nehemia. Di zaman PB, ketiga pembagian itu telah dikenal luas (Luk. 24:44).
Pengujian khusus untuk kanonisitas diberlakukan:
  • Apakah kitab itu menunjukkan kepengarangan Ilahi?
  • Apakah kitab itu mencerminkan percakapan Allah melalui suatu mediator? (mis.: Kel. 20:1; Yos. 1:1; Yes. 2:1)
  • Apakah pengarang manusiawi itu merupakan juru bicara Allah?
  • Apakah ia seorang nabi atau mempunyai karunia kenabian? (mis.: Ul. 31:24‑26; 1 Sam. 10:25; Neh. 8:3)
  • Apakah dalam sejarah kitab itu terbukti ketepatannya?
  • Apakah kitab itu mencerminkan rekaman fakta‑fakta aktual?
  • Bagaimana kitab itu diterima oleh orang Yahudi?
6.3. Kanonisitas PB
Ada beberapa faktor yang menyebabkan pengenalan kanon PB:
(1) Tulisan‑tulisan tajam yang menyerang tulisan‑tulisan asli. Misalnya, Marcionmenolak tulisan PL dan PB terpisah dari surat‑surat Paulus (ia menjadikan Injil Lukas sebagai alternatif untuk menguatkan ajarannya)
(2) Isi tulisan PB menyaksikan otentisitasnya dan secara alamiah dikumpulkan, dan dikenal sebagai kitab‑kitab kanonis.
(3) Tulisan para rasul digunakan dalam ibadah umum, karenanya penting untuk menentukan mana yang kanonis.
(4) Edict Kaisar Diolectianus (303 AD), yang menuntut agar semua kitab‑kitab suci dibakar, mengakibatkan terbentuknya kumpulan PB.
Proses pengenalan dan pengumpulan terjadi di Abad Pertama. Sejak awal, kitab‑kitab PB sudah dikenali. Misalnya, Paulus mengenali tulisan Lukas sederajad dengan PL (1 Tim. 5:18 mengutip Ul. 25:4, dan Luk. 10:7 dan teks keduanya disebut sebagai “Kitab Suci berkata”). Petrus juga mengenali tulisan Paulus sebagai Kitab Suci (2 Pet. 3:15‑16). Surat‑surat rasuli dibacakan di jemaat‑jemaat dan bahkan. diedarkan kepada jemaat‑jemaat (Kol. 4:16; 1 Tes. 5:27).
Pada zaman pasca‑rasuli, Clement dari Roma (± 95 AD) menyebutkan setidaknya 8 kitab PB dalam suratnya; Ignatius dari Antiokhia ± 115 AD) juga mengenal sekitar 7 kitab; Policarpus, murid Yohanes ± 108 AD) mengenali 15 kitab. Selanjutnya Ireneusmenulis (± 185) mengenali 21 kitab. Hippolitus (± 170‑235) mengenali 22 kitab. Kitab‑kitab yang bermasalah pada masa itu adalah lbrani, Yakobus, 2 Petrus, dan 2 dan 3 Yohanes.
Yang lebih penting lagi adalah kesaksian Kanon Muratoria (170 AD), yang merupakan kumpulan kitab‑kitab yang dikenal sebagai kanonis pada masa gereja mula‑mula. Kanon Muratoria memuat semua kitab PB kecuali Ibrani, Yakobus, dan satu surat Yohanes.
Pada Abad IV juga ada pengenalan yang jelas terhadap kanon PB. Ketika Athanasius menulis pada tahun 367, ia mengutip 27 kitab PB sebagai kitab‑kitab yang benar. Di tahun 363 Konsili di Laodikia menyatakan bahwa hanya PL dan 27 kitab PB dibaca di gereja‑gereja. Konsili Hippo (393) menyatakan 27 kitab, dan Konsili Khartago (397) menyatakan bahwa hanya kitab‑kitab kanonisi tersebut yang dibaca di gereja‑gereja.
Bagaimana gereja mengenali kitab‑kitab mana yang kanonis? Berikut ini adalah daftar pertanyaan sebagai penguji kitab kanonis:

(1) Apostolisitas ‑ Apakah penulis seorang rasul atau mempunyai hubungan khusus dengan rasul? Misalnya, Markus menulis di bawah otoritas Petrus, dan Lukas menulis di bawah otoritas Paulus.
(2) Penerimaan ‑ Apakah kitab itu diterima oleh sebagian besar gereja? Pengenalan yang diberikan oleh suatu gereja kepada suatu kitab amatlah penting. Dengan kanon ini kitab‑kitab palsu ditolak (tetapi juga ada pengenalan penundaan pada beberapa kitab resmi).
(3) Isi ‑ Apakah kitab itu mencerminkan konsistensi pengajaran dengan apa yang telah diterima sebagai pengajaran orthodoks? “Injil Petrus” yang palsu ditolak dengan menggunakan prinsip ini.
(4) Pengilhaman ‑ Apakah kitab itu mencerminkan kualitas pengilhaman? Kitab‑kitab Apokripa dan Pseudopigrapha ditolak karena tidak memenuhi pengujian ini. Kitab itu harus mernuat bukti nilai moral dan rohani yang tinggi yang mencerminkan pekerjaan Roh Kudus.



7. Komposisi Alkitab
7.1. Reliabilitas Teks PL
Meskipun kita tidak memiliki lagi naskah asli baik PL maupun PB, teks Alkitab yang kita miliki sekarang tetap reliable (dapat dipercaya/diandalkan). Sejarah perkembangan teks PL akan menyatakan hal tersebut. Pekerjaan menyalin naskah kuno adalah suatu karya yang membosankan, tetapi orang‑orang Yahudi dikenal ulet dalam hal ini. Ada aturan yang menetapkan jenis perkamen, banyaknya garis yang harus ditulis, warna tinta, dan masalah revisi. Ketika perkamen‑perkamen itu mulai ditunjukkan, orang‑orang Yahudi itu membakar naskah yang ada. Hasilnya, hingga penemuan Gulungan Laut Mati di Qumran, naskah yang tertua berasal dari tahun 900 AD.
Di samping itu, reliabilitas teks PL nampak dalam transkrip teks yang cermat di zaman Ezra dan selanjutnya di bawah orang‑orang Masoret, yang mengembangkan tradisi pemeliharaan dan ketepatan penyalinan teks. Mereka menjamin keakuratan tersebut dengan menghitung jumlah huruf dalam kitab itu, dengan mencatat huruf tengahnya, dan ini pun pekerjaan yang membosankan. Misalnya, mereka mencataat bahwa huruf Ibranialeph muncul 42.377 kali dalam PL. Jika hitungan salinan baru tidak sama dengan hitungan salinan aslinya, naskah itu disalin ulang. Jika suatu kata atau kalimat tidak benar muncul dalam teks (disebut kethib) mereka membuat usulan perbaikannya di sisi kitab (disebutqere). Orang‑orang Masoret pulalah yang membubuhkan bunyi hidup kepada teks, karena waktu itu teks Ibrani hanya menggunakan konsonan. Beberapa sumber kuno berikut ini menunjukkan reliabilltas PL.
(1) Gulungan Laut Mati ‑ tidak ada perbedaan antara gulungan Kitab Yesaya di Qumran (Laut Mati), dengan teks Masoret lbrani yang bertanggal seribu tahun kemudian.
(2) Septuaginta ‑ yaitu terjemahan PL Ibrani ke bahasa Yunani yang dilakukan oleh 70 ilmuwan Yahudi, dilakukan di Alexandria, Mesir, tahun 250‑150 SM. Penerjemahan itu berdasarkan teks Ibrani yang 1000 tahun lebih tua dari teks Ibrani yang ada sekarang. Dan beberapa penulis PB mengutip dari Septuaginta ini.
(3) Pentateuch dari Samaria ‑ yaitu terjemahan dari Kitab Muds yang dibuat untuk menolong penyembahan orang Samaria di Gunung Gerizim. Terjemahan itu lepas dari teks Masoret. Teks ini merupakan saksi penting teks PL, meskipun ada sekitar 6000 perbedaan dibandingkan teks Masoret, tetapi perbedaan kecil, yang berkaitan dengan tata bahasa dan pengucapan.
(4) Targum‑targum Aram ‑ Sesudah orang Israel kembali dari pembuangan di Babel, orang Yahudi umumnya meninggalkan bahasa Ibrani dan beralih ke bahasa Aram.
Targum adalah terjemahan dari teks Ibrani ke bahasa Aram, dan merupakan bukti yang baik untuk mempelajari PB di samping menjadi saksi teks PL.
7.2. Reliabilitas Teks PB
Meskipun kita tidak mempunyai naskah asli PB, namun kitab‑kitab yang memberi kesaksian terhadap teks PB cukup banyak. Ada sekitar 5000 naskah baik yang memuat PB lengkap atau bagian‑bagiannya.
(1) Naskah‑naskah Papirus ‑ Ini merupakan naskah‑naskah tua dan saksi penting, misalnya Chester Beatty Papyrus dari abad III.
(2) Naskah‑naskah Uncial ‑ terdapat sekitar 240 naskah uncial, yakni yang berhuruf besar, misalnya:
- Codex Sinaiticus ‑ seluruh PB bertanggal tahun 331
- Codex Vaticanus ‑ sebagian besar PB, dari abad IV
- Codex Alexandrinus ‑ seluruh PB, kecuali sebagian Matius, dan penting untuk teks Wahyu, dari abad V
- Codex Ephraemi ‑ dari abad V
 Codex Bezae ‑ dari abad V‑VI
- Codex Wasahington ‑ dari abad IV‑V
(3) Naskah‑naskah Minuscule ‑ terdapat sekitar 2800 naskah minuscule, yaitu berhuruf kecil, umumnya tidak setua uncial.
(4) Versi‑versi Alkitab ‑ Sejumlah versi‑versi awal PB juga menolong dalam memahami teks yang benar. Misalnya:
- Versi‑versi Syria  Diatessaron Tatian (170 AD), Old Syriac (200 AD), Peshitta (abad V), Palestinian (abad V), Palestinian Syriac (abad V).
Versi Vulgata Latin ‑ diterjemahkan oleh Jerome (± 400 AD), mempengaruhi gereja barat
- Versi Coptic  Abad V, termasuk Versi Sahidic dan Versi Bohairic, mempengaruhi Mesir.
8. Iluminasi Alkitab
8.1. Definisi Illuminasi
Karena Alkitab dihembusi nafas Allah, maka ia mempunyai dimensi yang berbeda dibandingkan karya tulis lain. Dengan demikian orang yang membacanya membutuhkan bantuan Allah dalam memahaminya (1 Kor. 2:11). Lagi pula, pikiran manusia yang digelapkan dosa yang terus melekat takkan mampu memahami kebenaran‑kebenaran rohani (1 Kor. 2:14). Jadi karya iluminasi ini penting dalam memampukan manusia memahami Firman Allah (bdk. Luk. 24:44‑45).
Jadi iluminasi ialah: “pekerjaan Roh Kudus dimana Ia menerangi mereka yang memiliki hubungan baik dengan‑Nya untuk memahami Firman Allah yang tertulis.”
8.2. Penjelasan Iluminasi
Bisa terjadi munculnya kebingungan antara iluminasi dengan pewahyuan dan pengilhaman. Penjelasannya adalah demikian.
Mengacu pada Alkitab, pewahyuan berhubungan dengan isinya, pengilhaman berkaitan dengan metode bagaimana isi itu direkam, dan iluminasi berkaitan dengan makna rekaman tersebut.
Pada saat diselamatkan, orang percaya didiami Roh Kudus yang kemudian mengambil kebenaran Allah dan menyatakannya kepada orang percaya (iluminasi ‑ I Kor. 2:9‑13). Karena hanya Allah yang mengenal hal‑hal yang dari Allah, penting bagi Roh Kudus untuk menginstruksikan manusia. Pekerjaan Roh Kudus ini telah disampaikan oleh Yesus Kristusdi kamar loteng Yerusalem. Yesus menyatakan bahwa Roh Kudus akan mengajar mereka (Yoh. 14:26), memimpin mereka kepada seluruh kebenaran (Yoh. 16:13), dan mengungkapkan kebenaran Allah kepada mereka (Yoh. 16:14, 15). Selanjutnya, Roh Kudus menjamah pikiran (Roma 12:2; Efs. 4:23; Kol. 1:9‑10) dan hati atau kemauan (Kisah. 16:14; Efs 1:18).
                                                                         ‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑ 0000000000 ‑‑‑‑‑‑‑‑‑­

Tidak ada komentar:

Posting Komentar