II Timotius 4:2 Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya, nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala kesabaran dan pengajaran. "Dan Siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengarapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat". I Pet 3:15b
Total Tayangan Halaman
Beranda
Jesus Jalan Keselamatan
Dame Sian Tuhan
Kamis, 19 Januari 2012
Parmalim,,,,,,,
Parmalim dan Parmalim Apakah benar ini adalah agama suku??
Apakah aliran ini harus diberi ijin untuk kebebasan beribadah??
Bagaimana respon orang Kristen tentang hal ini??
Bagaimana respon mereka sendiri terhadap orang Kristen dan Pemerintahan RI??
“Berikut kita melihat bebarapa pendapat dari Jemaat parmalim sendiri dan tanggapan PGI” juga sejarah berdirinya aliran ini!!
Parmalim agama asli Suku Batak, di Provinsi Sumatera Utara. Tapi keberadaan agama ini tak pernah diakui oleh Pemerintah Daerah, apalagi negara. Pengikut agama Parmalim di Medan, Sumatera Utara bahkan kerap diperlakukan diskriminatif. Reporter KBR68H Regie Situmorang menemukan warga Parmalim yang sulit mendapatkan identitas, bahkan dilarang membangun rumah ibadah.
Namanya Aman Sirait, penganut Parmalim yang tinggal di Kota Medan Sumatera Utara.
Aman Sirait: Dengan adanya UU nomor 23, kami yang berada di kota Medan ini, apakah sudah bisa dilaksanakan? Mereka selalu menuntut, mohon ada juklak dari Presiden, itu kalo mereka terbuka, tapi ini tidak. Jadi kita selalu diajar untuk main alif alifan (tipu tipuan), itu yang tidak cocok sama kita. Kejujuranlah. Inilah saya. Jadi kalo saya lihat, di sini kita dididik untuk berdusta, padahal agama menuntut kita supaya tidak berdusta. KTP Bapak? Saya kosongkan. Anak anak? Saya kosongkan juga. Cucu juga, semua yang Parmalim saya kosongkan.
Agama leluhur
Parmalim atau kepercayaan Ugamo Malim adalah kepercayaan yang dianut oleh para leluhur suku Batak. Kepercayaan ini sudah ada sebelum lima agama nasional diakui pemerintah Indonesia. Parmalim meyakini Debata Mulajadi Nabolon sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Nabi di Parmalim disebut Nabi Ugamo Malim, yaitu Sisingamangaraja. Walau kepercayaan ini berasal dari Sumatera Utara, namun hingga kini, pemerintah setempat tidak mengakui adanya kepercayaan Parmalim.
Aman bercerita, keberadaan Parmalim tidak pernah diakui sejak dia masih kecil. Pada 1960-an, Aman harus memilih agama Islam di Sekolah Dasar agar bisa terus bersekolah. Di SMP, dia memilih agama Kristen.
Aman Sirait: Seperti saya, terus terang saja, saya mengikuti agama Islam. Karena dulu saya tinggal di Siantar di lingkungan Islam. Sudah dewasa, saya kemudian saya belajar agama Kristen. Tapi orang tua saya terus mengingatkan bahwa saya adalah Parmalim, walau dia mempersilahkan saya untuk mempelajari Al Kitab dan Al Quran. Orang tua saya tapi bilang ke saya bahwa kita orang Batak, bahasa kita Batak, dan Tuhan kita adalah Mulajadi Nabolon.
Data kepegawaian
Setelah lulus kuliah, Aman berhasil melewati segala ujian untuk bekerja di Pertamina. Yang mengejutkan, semua jerih payahnya pupus hanya karena dia penganut Parmalim.
Aman Sirait: Jadi saya melamar di Pertamina tahun 1972, semua lulus, psikotes lulus. Datang HRD, mulai menanyakan biodata. Dia menanyakan, hanya 3 di sini agama, Islam, Hindu, Kristen. Bapak pilih saja salah satu. Lalu saya bilang, tidak bisa saya membohongi diri saya. Tapi tidak dikenal orang Parmalim itu pak. Tapi itulah kepercayaan saya. Kata dia, agama kamu itu tetap kamu ikuti, tapi ini sebagai biodata bapa di kantor bikin aja Hindu kek, atau apa. Tapi tidak bisa ku bilang. Ya sudahlah, kalau tidak diterima apa boleh buat, padahal waktu itu lagi tren trennya masuk Pertamina. Saya kembali, saya bilang.
Setelah gagal di Pertamina, Aman kemudian melamar ke BUMN Perkebunan PTPN II. Kali ini Aman diterima tanpa dipersoalkan kepercayaannya.
Empat puluh tahun sudah Aman Sirait menjalankan agama Parmalimnya, hingga sekarang. Tapi tak ada perubahan berarti bagi para penganut Parmalim. Sampai sekarang, tak ada penganut yang di KTP-nya tercantum agama Parmalim.
Ruma Parsaktian
Saat ini di Medan, ada sekitar 600 penganut Parmalim. Mereka tak punya rumah ibadah, atau Ruma Parsaktian. Ucapan syukur terpaksa dilakukan menumpang di rumah salah satu umat Parmalim, Marnakkok Naipospos. Pada 2005 lalu, mereka sebetulnya berencana membangun Ruma Parsaktian di Jalan Air Bersih, Ujung Medan. Tapi rumah itu gagal dibangun karena ada penolakan dari warga sekitar, kata Aman Sirait.
Aman Sirait: Semula permasalahan itu dengan warga HKBP, tapi setelah kita ke pendeta-pendeta (HKBP), warga HKBP tidak jadi keberatan. Tapi kembalilah permasalahan itu ke masyarakat Air Bersih yang menyatakan, masalah ini bukan maslaah HKBP tapi warga setempat katanya.
Warga setempat yang dimaksud Aman di antaranya Marata Sinaga boru Siburin dan Wesley Siburian boru Manalu. Keduanya paling keras menyuarakan penolakan rumah Parmalim. Mereka mengaku menolak kehadiran Ruma Parsaktian yang rencananya dibangun di samping rumah mereka.
Alasan lain, di wilayah tersebut tak ada penganut Parmalim. Juga, mereka merasa dibohongi umat Parmalim yang dalam permohonan izinnya menyebut pembangunan gereja, bukan Ruma Parsaktian.
Ibu Sinaga dan Siburian: Factor yang paling fatal, orang ini tidak ada pengikutnya (di daerah) sini. Terus kenapa mereka di sini? Ini tanah hibah, dulu yang punya ini orang Parmalim di Pakam. Kalo kita kasih solusinya kita suruh mereka jual tanah ini, terus bangun di daerah yang banyak Parmalim seperti di Pakam, di Simpang Limun. Lebih praktis kan. Karena di sini nggak ada (umat Parmalim).
Pembangunan Rumah Parsaktian itu kini terbengkalai. Rumah seluas dua kali lapangan bulu tangkis itu dikotori alang-alang, di dalam dan luarnya. Tembok yang sempat dibangun sebagian rubuh. Bahkan pembangunan gedung yang sebetulnya sudah 70 persen selesai itu, sebagian atapnya sudah terlihat copot.
Toleransi beragama
Persatuan Gereja Indonesia (PGI) Sumatera Utara menyesalkan adanya pelarangan rumah ibadah ini. Sekretaris Umum PGI Sumatera Utara, Langsung Sitorus mengatakan, pelarangan terhadap berdirinya Ruma Parsaktian dilakukan oleh perorangan, bukan atas perintah gereja. PGI mengklaim sudah menegur jemaatnya yang melarang.
Langsung Sitorus: Dan ada kawan dari pihak Kristen yang bikin surat penolakan tidak setuju, tapi setelah kita tegur baik dari PGI Wilayah, akhirnya pernyataan itu dicabut, dan mereka tidak keberatan lagi, jika rumah ibadah Parmalim itu didirikan. Dan harapan saya, pemerintah bisa mempertimbangkan untuk mereka mendirikan rumah ibadah di tempat itu. Karena status tanah yang mereka miliki adalah status milik agama mereka sendiri, jadi yang mereka minta, izin dari pemerintah.
Selain izin dari warga setempat dan Dinas Tata Kota, pembangunan Ruma Parsaktian juga harus mengantongi izin dari Forum Kerukunan Umat Beragama FKUB. Forum ini dibentuk masyarakat dan difasilitasi Pemerintah, untuk membangun kerukunan dan kesejahteraan umat beragama. Salah satu fungsinya adalah mengeluarkan izin pembangunan rumah ibadah.
Anggota FKUB Sumatera Utara Ronald Naibaho memastikan, FKUB hanya bisa memberikan izin pembangunan bagi rumah ibadah agama yang diakui Negara. Dan Parmalim, tak masuk daftar.
Ronald Naibaho: Kalo rumah ibadah Parmalim itu, tidak termasuk dari 6 rumah ibadah yang diakui di Indonesia. Karena FKUB hanya mengatur tentang 6 rumah ibadah yang diakui oleh Indonesia. Ini sesuai SKB 3 menteri nomor 8 dan nomor 9 tahun 2006. Tapi secara pribadi, saya sangat menghargai perbedaan. Soalnya ini kan masalah keyakinan, keyakinan itu tidak bisa dipaksakan. Kalau dia yakin dengan keyakinannya, ya kita harus menghormati.
KTP
Pembangunan Ruma Parsaktian masih terhenti hingga sekarang. Agama Parmalim juga tak kunjung masuk dalam kolom agama di KTP. Perjuangan pemeluk Parmalim sekarang adalah ke DPRD Sumatera Utara, supaya dibuatkan Perda yang mengakui keberadaan umat Parmalim dan kepercayaan lainnya.
Aman Sirait: Kita sudah melaporkan masalah ini ke Jakarta, ke komnas HAM. Bahkan sering diadakan seminar soal masalah ini. Tapi memang kita belum bisa membangun rumah ibadah kita. Kita berharap, suatu saat, DPRD, Pemda sumatera utara mendukung kita.
Parmalim: “Kami Bukan Penganut Ajaran Sesat”
“Marpangkirimon do na mangoloi jala na mangulahon patik ni Debata, jala dapotna do sogot hangoluan ni tondi asing ni ngolu ni diri on.”
-Pantun ni Ugamo Malim
Manusia yang mematuhi dan mengikuti ajaran Tuhan dan melakukannya dalam kehidupannya, memiliki pengharapan kelak ia akan mendapat kehidupan roh suci nan kekal.
-Kata bijak Ugamo Malim
Secara implisit, inilah yang menjadi ajaran suci keyakinan Ugamo Malim atau lebih dikenal dengan Parmalim di Tanah Batak sejak turun temurun, seperti yang dikatakan Raja Marnakkok Naipospos selaku Ulu Punguan (pemimpin spiritual) Parmalim terbesar di Desa Hutatinggi Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir.
Menurut beberapa pandangan ilmuwan sosial, sebenarnya Ugamo Malim layak menjadi sebuah agama resmi. Alasannya ialah dalam ajaran aliran ini juga terdapat nilai-nilai religius yang bertujuan menata pola kehidupan manusia menuju keharmonisan, baik sesama maupun kepada Pencipta. Dan secara ilmu sosial tujuan ini mengandung nilai luhur.
Hanya saja, peraturan pemerintah membantah advokasi tersebut dengan alasan masih adanya berbagai kejanggalan. Misalnya, ketidakadaan dokumen sejarah yang jelas mengenai kapan Parmalim pertama kali diyakini sebagai sebuah kepercayaan di Tanah Batak. Alasan lain, yang tentu saja mengacu pada persepsi umum adalah ketidakadaan kitab suci dan nabi yang jelas berdasarkan kitab suci, yang apabila ada. Di samping itu masih saja ada persepsi masyarakat yang mengatakan bahwa ajaran Parmalim adalah ajaran sesat.
“Kami bukan penganut ajaran sesat,” kata Naipospos kepada Global ketika dijumpai di kediamannya, Selasa (2/1/07). “Bahkan, ajaran Parmalim menuntut manusia agar hidup dalam kesucian,” jelasnya kemudian menerangkan secara detail asal-muasal kata Parmalim yang berasal dari kata “malim”. Malim berarti suci dan hidup untuk mengayomi sesama dan meluhurkan Oppu Mulajadi Nabolon atau Debata (Tuhan pencipta langit dan bumi). “Maka, Parmalim dengan demikian merupakan orang-orang mengutamakan kesucian dalam hidupnya,” jelas Marnangkok.
Lantas, apa pasal sehingga aliran ini tidak layak dijadikan sebagai agama resmi? Bahkan, aliran ini dianggap sesat dengan tuduhan sebagai pengikut “sipele begu” (penyembah roh jahat atau setan). “Alasannya jelas,” kata Marnangkok. “Mereka (masyarakat awam dan pemerintah) tidak mengerti siapa sebenarnya yang kami sembah dan luhurkan. Yang kami puja tak lain adalah Oppu Mula Jadi Na Bolon bukan”begu” (roh jahat),” katanya. “Dan inilah yang menjadi bias negatif dari masyarakat terhadap Parmalim.”
Marnangkok kemudian menjelaskan, Oppu Mula Jadi Nabolon adalah Tuhan pencipta alam semesta yang tak berwujud, sehingga Ia mengutus sewujud manusia sebagai perantaraannya (parhiteon), yakni Raja Sisingamangaraja yang juga dikenal dengan Raja Nasiak Bagi. Raja Nasiak Bagi merupakan julukan terhadap kesucian (hamalimon) serta jasa-jasanya yang hingga akhir hidupnya tetap setia mengayomi Bangsa Batak. Nasiak Bagi sendiri berarti ditakdirkan untuk hidup menderita. Ia bukan raja yang kaya raya tetapi hidup sama miskin seperti rakyatnya.
Dengan demikian, Parmalim meyakini bahwa Raja Sisingamangaraja dan utusan-utusannya mampu mengantarkan mereka (Bangsa Batak) kepada Debata.
Hanya saja, hingga kini persepsi umum mengatakan bahwa Parmalim memuja Raja-raja Batak terdahulu dan utusan-utusannya. Tentu saja ini dipandang dari tata cara pelaksanaan setiap ritualnya sangat berbeda dengan ritual agama-agama samawi dan agama lainnya. Mereka menggunakan dupa dan air suci (pagurason) di samping daun sirih untuk ritual khusus.
Namun, dalam menyoal status Parmalim muncul lagi sebuah pertanyaan mengenai sampai kapan keterkungkungan mereka itu akan lepas? Kenyataan menjelaskan bahwa Parmalim selalu diperlakukan secara diskriminatif dalam banyak perolehan akses hidup sebagai warga negara. Contohnya, dalam memperoleh pekerjaan di dinas pemerintahan, izin-izin resmi serta bias sosial yang negatif. Di samping itu tak jarang pula media mengadvokasi eksistensi mereka demi hak-hak dan kebebasan mereka, namun hasilnya tetap nihil.
Di sisi lain, bunyi pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945, yang menyatakan bahwa setiap WNI diberi kebebasan meyakini agama dan kepercayaan nyata-nyatanya belum memberi mereka kebebasan dan hak mereka sebagai WNI.
Anjing menggonggong kafilah berlalu. Demikianlah adanya. Pengalaman mereka menunjukkan, hingga kini mereka merupakan komunitas marginal “original” di Tanah Batak. Aliran Ugamo Malim diyakini sebagian orang sudah ada sebelum ajaran Kristen dan Islam masuk ke daerah itu. Namun, mereka kian terpinggirkan kini.
“Pemerintah menganggap Ugamo Malim bukan sebagai agama, melainkan hanya sebuah budaya yang bersifat religius,” kata Marnangkok.
Alasan ini jugalah yang menjadikan Ugamo Malim belum mendapat pengakuan dari pemerintah. Seperti kata Marnakkok, akibat keterkungkungan ini banyak pengikutnya yang secara diam-diam mengakui agama lain secara formalitas demi mematuhi birokrasi yang berlaku di pemerintahan, dalam pengurusan KTP dan pekerjaan misalnya. Namun ada juga yang secara formalitas mencatatkan agama lain pada KTP-nya tapi kenyataannya ia tetap mengikuti ajaran Parmalim. Yang terakhir, ada yang samasekali tidak mau keduanya, yaitu tidak mau mengikuti formalitas dan tetap menjalani hidup diskriminatif sebagai Parmalim, seperti Marnagkok sendiri.
Hidup dalam kepasrahan
Perjuangan akan kebebasan dan hak, nyatanya bukanlah tanpa kendala. Demikianlah yang terjadi. Bukan hanya tidak adanya pengakuan dari pemerintah maupun masyarakat. Kendala utamanya tak lain adalah ketidakberdayaan mereka.
Marginalisasi komunitas kecil ini (yang hanya 1.400 kepala keluarga, termasuk di seluruh dunia), sudah mengakar dalamnya. Sejak dulu ketidakberdayaan ini diakibatkan sedikitnya pengikut Parmalim yang berkecimpung di lingkungan pemerintahan dan dunia politik.
Hidup dalam kepasrahan. Barangkali itu jugalah intisari dari pernyataan kata bijak Parmalim yang mengatakan: “Baen aha diakkui sude bangso on hita, ia anggo so diakkui Debata pangalahon ta.” (Tidakklah begitu berarti pengakuan semua bangsa terhadap kita, dibandingkan pengakuan Tuhan terhadap perilaku kita).
Seperti apa yang kemudian dijelaskan Marnangkok, “ Untuk apa pengakuan dari setiap bangsa jika Tuhan sendiri tidak mengakui perbuatan kita di dunia ini?” Nampaknya, perjuangan Ugamo Parmalim sudah berujung pada kepasrahan. “Seorang rekan pernah mengusulkan agar mengajukan petisi kepada pemerintah mengenai hal pengakuan ini,” kenangnya menyebut Dr Ibrahim Gultom (kini Pembantu Rektor UNIMED) yang selama 2 tahun pernah meneliti gejala sosial dalam eksistensi mereka dalam tesis doktoralnya “ Ugamo Malim di Tano Batak.” Tapi, saat itu ia menolak.
Dalam kepasrahan ini tentu saja masih ada harapan. Tapi, harapan itu bukanlah berasal dari dunia, melainkan dari Oppu Mula Jadi Nabolon. Dalam harapan itu, ada pula ketaatan untuk selalu mempertahankan hidup suci.
“Kami tidak diakui bukan karena kami telah melakukan kejahatan, melainkan hanya prasangka buruk tentang kami,” katanya. Selanjutnya ia mengucapkan kalimat dalam bahasa Batak, ”Berilah kepada kami penghiburan yang menangis ini, bawalah kami dari kegelapan dunia ini dan berilah kejernihan dalam pikiran kami.”
Mereka yakin Debata hanya akan memberkati orang yang menangis. Nah, dalam kepasrahan yang berpengharapan inilah mereka hidup. Dalam keterasingan itu juga mereka menyerahkan hidupnya pada “kemaliman” (kesucian). “Parmalim adalah mereka yang menangis dan meratap,” katanya.
Dalam ritual Ugamo Parmalim sendiri, terdapat beberapa aturan dan larangan. Selain mengikuti 5 butir Patik ni Ugamo Malim (5 Titah Ugamo Malim), juga terdapat berbagai kewajiban lainnya seperti Marari Sabtu atau ibadah rutin yang diadakan setiap Sabtu. Kewajiban lain di antaranya adalah Martutu Aek, yakni pemandian bayi yang diadakan sebulan setelah kelahiran, Pasahat Tondi yaitu ritual sebulan setelah kematian, Pardebataan, Mangan na Paet dan Pangkaroan Hatutubu ni Tuhan.
Ada pun larangan yang hingga kini masih tetap dipertahankan di antaranya adalah larangan untuk memakan daging babi dan darah hewan seperti yang lazim bagi umat Kristen. Memakan daging babi atau darah dianggap tidak malim (suci) di hadapan Debata. Padahal dalam ajaran Parmalim sendiri dikatakan, jika ingin menghaturkan pujian kepada Debata, manusia terlebih dahulu harus suci. Ketika menghaturkan pelean (persembahan) kesucian juga dituntut agar Debata dan manusia dapat bersatu.
Selain itu, Parmalim juga tidak diperbolehkan secara sembarangan menebang pohon. Larangan ini diyakini akan mendatangkan bala apabila tidak diacuhkan. Pasalnya, hutan sebagai bagian dari alam yang sekaligus merupakan ciptaan Tuhan harus dilestarikan. Secara tradisi, apabila seseorang ingin menebang pohon di hutan, haruslah menanam kembali gantinya. Konon, ajaran Parmalim meyakini bahwa terdapat seorang raja yang berkuasa di hutan (harangan) yang lalu dikenal dengan Boru Tindolok (raja harangan).
***
Jika melihat fisik bangunan rumah ibadah Parmalim, maka pada atap bangunan terdapat lambang tiga ekor ayam. Lambang ini, menurut Marnangkok, merupakan lambang ”partondion” (keimanan). Konon, menurut ajaran Parmalim, ada tiga partondian yang pertama kali diturunkan Debata ke Tanah Batak, yaitu Batara Guru, Debata Sori dan Bala Bulan. Sementara ayam merupakan salah satu hewan persembahan (kurban) kepada Debata.
Ketiga ekor ayam itu berbeda warna. Yang pertama, berwarna hitam (manuk jarum bosi) merujuk kepada Batara Guru, putih untuk Debata Sori dan merah untuk Bala Bulan. Sedang masing-masing warna juga memiliki arti tersendiri. Hitam melambangkan kebenaran, putih melambangkan kesucian dan merah adalah kekuatan atau kekuasaan (hagogoon). Kekuatan adalah berkah yang diberikan kepada manusia melalui Bala Bulan yang tujuannya untuk mendirikan “panurirang” (ajaran dan larangan).
Hanya saja, diyakini bahwa Raja Sisingamangaraja adalah utusan Debata yang lahir melalui perantaraan roh Debata kepada Boru Pasaribu. Diyakini pula, pada waktu di Harangan Sulu-sulu sebuah cahaya, yang kemudian diyakini sebagai roh Debata datang kepadanya dan mengatakan, “baen pe naung salpu i roma na tonggi, tarilu-ilu ho sonari, roma silas ni roha.” yang menyatakan bahwa: “Walaupun hari ini engkau menangis namun engkau juga akan merasakan kebahagiaan kelak.”
Boru Pasaribu kemudian mengandung dan dianggap berselingkuh dengan marga asing tetapi kemudian disangkal, sebab pada saat roh Debata hadir dan mengucapkan hal itu kepadanya, ia tak sendirian melainkan turut disaksikan putrinya. Maka kemudian, putra yang terlahir itu (yang kemudian dikenal dengan Raja Sisingamangaraja I), diakui sebagai utusan Debata.
Selanjutnya, Raja Sisingamangaraja memiliki keturunan hingga 12 keturunan. Itu pun secara roh. Hanya saja, hingga kini banyak yang tidak mengakui Raja Sisingamangaraja sebagai nabi bagi Ugamo Malim, melainkan hanya sebagai manusia biasa. Raja Sisingamangaja XII sendiri dikenal sebagai pahlawan Nasional. “Itulah yang menjadi anggapan ganjil terhadap Ugamo Parmalim selama ini,” kata Marnangkok.
Hingga akhir hayat Raja Sisingamaraja XII, keyakinan Ugamo Malim kemudian diturunkan melalui Raja Mulia Naipospos, yang merupakan kakek kandung Marnangkok Naipospos sendiri.
Inilah yang kemudian menjadi acuan pada acara atau ritual-ritual besar Ugamo Parmalim yang diadakan rutin setiap Sabtu dan setiap tahunnya. Ritual-ritual besar Parmalim itu seperti Parningotan Hatutubu ni Tuhan (Sipaha Sada) dan Pameleon Bolon (Sipaha Lima), yang diadakan pertama pada bulan Maret dan yang kedua bulan Juli. Yang kedua diadakan secara besar-besaran pada acara ini para Parmalim menyembelih kurban kerbau atau lembu. “Ini merupakan tanda syukur kami kepada Debata yang telah memberikan kehidupan,” kata Marnangkok.
Begitulah Ugamo Malim dalam ritual dan eksistensinya. Persoalan marginalisasi, kesucian, kontradiksi opini publik hingga harapan mereka, barangkali masih menunjukkan banyak pertanyaan. Namun, setidaknya dalam kepasrahan mereka dapat menikmati sedikit kebebasan di desa mereka sendiri, Hutatinggi. Tapi, hanya sedikit.
Sumber : (Toggo Simangunsong) Harian Global (saya copy dari sini)
Rabu, 04 Januari 2012
Tarombo ni halak batak
apakah anda orang batak yang ingin mengetahui TAROMBO ni halak batak!!!
1. AMBARITA
Menurut salah satu versi:
Tarombo dohot Turiturian ni Bangso Batak karya besar : W. M. Hutagalung. CV Tulus Jaya, 1991″
1. AMBARITA
2. AMPAPAGA (SIAMPAPAGA)
3. AMPUN (NAHAMPUNGAN)
4. ANGKAT
5. ANGKAT SINGKAPAL
6. ARITONANG
7. ARUAN
8. BABIAT
9. BAHO (N AIB AHO)
10. BAKO
11. BANJ ARNA HOR (NAI NGG OLAN)
12. BANJARNAHOR (MARBUN)
12. BANJARNAHOR (MARBUN)
13. BANCIN
14. BAKKARA
15. BARINGBING (TAM PUBO LON)
16. BARUARA (TAMBUNAN)
17. BARUTU (SITU MOR ANG)
18. BARUTU (SINAGA)
19. BATUARA (NAI NGG OLAN)
20. BATUBARA
21. BERASA
22. BA RAMP U
23. BARINGIN
24. BINJORI
25. BINTANG
26. BOANG MAN ALU
27. BOLIALA
28. BONDAR
29. BORBOR
30. BUATON
31. BUNUREA (BANU AREA )
32. BUNJORI
33. BUTARBUTAR
D.
34. DABUTAR (S IDA BUTAR ?)
34. DABUTAR (S IDA BUTAR ?)
35. DAIRI (S IMAN ULLANG)
36. DAIRI ( SINA MBELA)
37. DALIMUNTA (MUNTE ?)
38. DAPARI
39. DAULAE
40. DEBATARAJA (SIMA MOR A)
41. DEBATARAJA (RAMBE)
42. DOLOKSARIBU
43. DONGORAN
44. DOSI (PARDOSI)
G.
45. GAJA
45. GAJA
46. GAJADIRI
47. GAJAMANIK
48. GIRSANG
49. GORAT
50. GULTOM
51. GURNING
52. GUSAR
H.
53. HABEAHAN
53. HABEAHAN
54. HA RAH AP
55. HARIANJA
56. HARO
57. HAROHARO
58. HA SIB UAN
59. HA SUG IAN
60. HUTABALIAN
61. HUTABARAT
62. HUTAJULU
63. HUTAGALUNG
64. HUTAGAOL (LONTUNG)
65. HUTAGAOL (SUMBA)
66. HUTAHAEAN
67. HUTAPEA
68. HUTASOIT
69. HUTASUHUT
70. HUTATORUAN
71. HUTAURUK
K.
72. K ASO GIHAN
72. K ASO GIHAN
73. KUDADIRI
L.
74. LAMBE
74. LAMBE
75. LIMBONG
76. LI NGG A
77. LONTUNG
78. LUBIS
79. LUBIS HATONOPAN
80. LUBIS SI NGAS ORO
81. LUMBANBATU
82. LUMBANDOLOK
83. LUMBANGAOL (MARBUN)
84. LUMBANGAOL (TAMBUNAN)
85. LUMBAN NAHOR (SITU MOR ANG)
86. LUMBANP A NDE (SITU MOR ANG)
87. LUMBANP A NDE (PAN DIAN GAN )
88. LUMBANPEA (TAMBUNAN)
89. LUMBANRAJA
90. LUMBAN SIANTAR
91. LUMBANTOBING
92. LUMBANTORUAN (SIRING ORI NGO)
93. LUMBANTORUAN ( SIH O MBI NG)
94. LUMBANTUNGKUP
M.
95. MAHA
95. MAHA
96. MAHABUNGA
97. MAHARAJA
98. MALAU
99. MALIAM
100. MANA LU (TOGA SIMA MOR A)
101. MANA LU – RAMBE
102. MANALU ( BOA NG)
103. MANIK
104. M ANIK URUK
105. MANU RUN G
106. MARBUN
107. MARBUN SE HUN
108. MARDOSI
109. MARPAUNG
110. MARTUMPU
111. MATANIARI
112. MATONDANG
113. MEHA
114. MEKAMEKA
115. MISMIS
116. MUKUR
117. MUNGKUR
118. MUNTE (NAIMUNTE ?)
N.
119. NA BAB AN
119. NA BAB AN
120. NABUNGKE
121. N A DAP DAP
122. NADEAK
123. NA HAMP UN
124. NAHULAE
125. NAIBAHO
126. NAIBORHU
127. NAIMUNTE
128. NAIPOSPOS
129. NAINGGOLAN
130. NAPITU
131. NAPI TUP ULU
132. NASUTION
133. NA SUT ION BOTOTAN
134. NA SUT ION LONCAT
135. NASUTION TA NGG A A MBEN G
136. NASUTION SIMA NGG INTI R
137. NASUTION MA NGG IS
138. NA SUT ION J ORI NG
O.
139. OMP USU NGG U
139. OMP USU NGG U
140. OMPU MANU NGKOLLANGIT
P.
141. PADANG (SITU MOR ANG)
142. PADANG (BATA NGH ARI)
143. PANGARAJI (TAMBUNAN)
144. PAKPAHAN
145. PAMAN
146. PA NDE URUK
147. PANDIAN GAN – LUMBANP A NDE
148. PANDIAN GAN SITA NGG UBAN G
149. PANDIANGAN SITURANGKE
150. PANJ AIT AN
151. PANE
152. PANGARIBUAN
153. PA NGG ABEAN
154. PANGKAR
155. PAPAGA
156. PARAPAT
157. PA RDA BUAN
158. PARDEDE
159. PARDOSI – DAIRI
160. PARDOSI (SIAGIAN)
161. P ARH USIP
162. PASARIBU
163. P ASE
164. PASI
165. PINAYUN GAN
166. PINARIK
167. PINTUBATU
168. POHAN
169. PORTI
170. POSPOS
171. PULUN GAN
172. PURBA (TOGA SIMA MOR A)
173. PURBA (RAMBE)
174. P USU K
R.
175. RAJ AGU KGUK
175. RAJ AGU KGUK
176. RAMBE-PURBA
177. RAMBE- MANA LU
178. RAMBE-DEBATARAJA
179. RANGKUTI-DANO
180. RANGKUTI-PANE
181. REA
182. RIMOBUNGA
183. RITONGA
184. RUMAHOMBAR
185. RUMAHORBO
186. RUMAPEA
187. RUMASIN GAP
188. RUMAS ONDI
S.
189. SAGALA
189. SAGALA
190. SAGALA – BANG UNR EA
191. SAGALA – HUTABAGAS
192. SAGALA HUT AURA T
193. SAING
194. SAMBO
195. SAMOSIR
196. SAPA
197. SARAGI (SAMOSIR)
198. SARAGIH ( SIMA LUNGUN)
199. SARAAN ( SERA AN)
200. SARUKSUK
201. SARUM PAE T
202. SEUN (SE HUN )
203. SIA DAR I
204. SIAGIAN (S IREG AR)
205. SIAGIAN (TUAN DIBANG ARNA )
206. SIAHAAN (NAI NGG OLAN)
207. SIAHAAN (TUAN SOMANI MBI L)
208. SIAHAAN HIN ALAN G
209. SI AHAA N BALIGE
210. SIAHAAN LUMBANGORAT
211. SI AHAA N TARA BUNGA
212. SI AHAA N SIB UNTUON
213. SIALLAGAN
214. SIAM PAP AGA
215. SIAN IPAR
216. SIANTURI
217. SIBANGEBENGE
218. SIBARANI
219. SIBARINGBING
220. SIBORO
221. SIBORUTO ROP
222. SIBUEA
223. SI BUR IAN
224. S IDA BALOK
225. S IDA BANG
226. SINA BANG
227. SIDEBANG
228. SI DAB ARIBA
229. SINA BARI BA
230. SI DAB UNGKE
231. S IDA BUTAR (SARAGI)
232. S IDA BUTAR (SILAHISABUN GAN )
233. S IDA HAP INTU
234. S IDA RI
235. SIDAURUK
236. SIJABAT
237. SIGALINGGING
238. SIGIRO
239. SIH ALOHO
240. SIHITE
241. SIHOMBING
242. SIHOTANG
243. SIKETANG
244. SIJABAT
245. SILABAN
246. SILAE
247. SILAEN
248. SILALAHI
249. SILALI
250. SILEANG
251. SILITONGA
252. SILO
253. SIMA IBANG
254. SIMA LANGO
255. SIMA MORA
256. S IMAN DALAHI
257. SIMANJORANG
258. SIMA NJUNTAK
259. S IMAN GU NSO NG
260. S IMAN IHU RUK
261. S IMAN ULLANG
262. SIMA NUNGKALIT
263. SIMARANGKIR (SI MOR ANGKIR)
264. SIMA REMARE
265. SIMA RGOLANG
266. SIMARMATA
267. SIMARSOIT
268. S IMAT UPANG
269. SIMBIRING- MEH A
270. SEMBIRING- MEL IAL A
271. SIMBOLON
272. SINABANG
273. SINA BARI BA
274. SINAGA
275. SIBAG ARIA NG
276. SINAMBELA – HUMBANG
277. SINA MBELA DAIRI
278. SINAMO
279. SINGKAPAL
280. SINURAT
281. SIPAHUTAR
282. SIPAYUNG
283. SIPANGKAR
284. SIPANGPANG
285. SIPAR DAB UAN
286. SIRAIT
287. SIRANDOS
288. SIREGAR
289. SIRINGKIRON
290. SIRINGORINGO
291. SIRUMAPEA
292. SIRUM ASO NDI
293. SITA NGG ANG
294. SITA NGG UBAN G
295. SITARIHORAN
296. SITI NDAON
297. SITI NJAK
298. SITIO
299. SITOGATOROP
300. SITOHANG U RUK
301. SITOHANG TONGATONGA
302. SITOHANG TORUAN
303. SITOMPUL
304. SITORANG (SITU MOR ANG)
305. SITORBAN DOL OK
306. SITORUS
307. SITUMEANG
308. SITUMORANG – LUMBANPANDE
309. SITUMORANG – LUMBAN NAHOR
310. SITUMORANG – SUHUTNIHUTA
311. SITUMORANG – SIRINGORINGO
312. SITUMORANG – SITOGANG URUK
313. SITUMORANG SITOHANG TONGATONGA
314. SITUMORANG SITOHANG TORUAN
315. SITUNGKIR
316. SITURANGKE
317. SOBU
318. SOLIA
319. SOLIN
320. SORGANIMUSU
321. SORMIN
322. SUHUTNIHUTA – SITUMORANG
323. SUHUTNIHUTA – SINAGA
324. SUHUTNIHUTA – PANDIANGAN
325. SUMBA
326. SUNGE
327. SUNGGU
T.
328. TAMBA
328. TAMBA
329. TAMBAK
330. T AMBU NAN BARUARA
331. TAMBUNAN LUMBANGAOL
332. TAMBUNAN LUMPANPEA
333. TAMBUNAN PAGARAJI
334. TAMBUNAN SUNGE
335. TAM PUBO LON
336. TAMPUBOLON BARIMBING
337. TAM PUBO LON SILAEN
338. TAKKAR
339. TANJUNG
340. TARIHORAN
341. TENDANG
342. TINAMBUNAN
343. TINENDUNG
344. TOGATOROP
345. TOMOK
346. TORBANDOLOK
347. TUMA NGG OR
348. TURNIP
349. TURUTAN Tj ( C).
350. TJAPA (CAPA)
351. TJAMBO ( CAMB O)
352. TJIBERO (CIBERO)
U.
353. UJUNG – RIMOBUNGA
353. UJUNG – RIMOBUNGA
354. UJUNG – SARIBU KAROKARO
355. KAROKARO BARUS
356. KAROKARO BUKIT
357. KAROKARO GURUSINGA
358. KA ROK ARO JUNG
359. KAROKARO KALOKO
360. KAROKARO KACARIBU
361. KAR0KARO KESOGIHAN
362. KAROKARO KETAREN
363. KAROKARO KODA DIRI
364. KAROKARO PURBA
365. KAROKARO SINURAYA (dari sian raya)
366. KAROKARO SEKALI
367. KA ROK ARO SIKEMIT
368. KAROKARO SINA BULAN
369. KAROKARO SINUAJI
370. KAROKARO SINUKABAN
371. KAROKARO SINULINGGA
372. KAROKARO SIMURA
373. KAROKARO SITE PU
374. KA ROK ARO SURBAKTI TARIGAN
375. TARI GAN BANDANG
376. TARI GAN GAN AGANA
377. TARIGAN GERN ENG
378. TARIGAN GIRSANG
379. TARI GAN JAMPANG
380. TARI GAN PURBA
381. TARIGAN SILANGIT
382. TARI GAN TAMBAK
383. TARIGAN TAMBUN
384. TARIGAN TAGUR
385. TARIGAN TUA
386. TARIGAN CIBERO PERANGINANGIN
387. PERANGINANGIN – BENJERANG
388. PERANGINANGIN BANGUN
389. PERANGINANGIN KABAK
390. PERANGINANGIN KACINABU
391. PERANGINANGIN KELIAT
392. PERANGINANGIN LAKSA
393. PERANGINANGIN MANO
394. PERANGINANGIN NAMOHAJI
395. PERANGINANGIN PANGGARUN
396. PERANGINANGIN PENCAWAN
397. PERANGINANGIN PARBESI
398. PERANGINANGIN PERASIH
399. PERANGINANGIN PINEM
400. PERANGINANGIN SINUBAYANG
401. PERANGINANGIN SINGARIMBUM
402. PERANGINANGIN SINURAT
403. PERANGINANGIN SUKATENDE
404. PERANGINANGIN ULUJANDI
405. PERANGINANGIN UWIR GINT ING
406. G INTI NG BAHO
407. GINTING BERAS
408. GINTING GURU PATI H
409. GINTING JADIBATA
410. GINTING JAWAK
411. GINTING M ANIK
412. GINTING MUNTE
413. GINTING PASE
414. GINTING SIGA RAMATA
415. GINTING SAR AGIH
416. GINTING SINUSINGAN
417. GINTING SUGIHEN
418. GINTING SINUSUKA
419. GINTING TUMANGGER
420. GINTING CAPA SEMBIRING
421. SEMBIRING-BRAH MANA
422. SEMBIRING BUNUHAJI
423. SEMBIRING BUSUK (PU)
424. SEMBIRING DEPARI
425. SEMBIRING GALUK
426. SEMBIRING GURU KINAYA
427. SEMBIRING KELING
428. SEMBIRING KALOKO
429. SEMBIRING KEMBAREN
430. SEMBIRING MELIALA
431. SEMBIRING MUHAM
432. SEMBIRING PANDEBAYANG
433. SEMBIRING PANDIA
434. SEMBIRING PELAWI
435. SEMBIRING SINULAKI
436. SEMBIRING SINUPAYUNG
437. SEMBIRING SINUKAPAR
438. SEMBIRING TAKANG
439. SEMBIRING SOLIA MARGA SILEBAN MASUK TU BATAK SINAGA
440. SINAGA NADIHAYANGHOTORAN
441. SINAGA NADIHAYANGBODAT
442. SINAGA SIDABARIBA
443. SINAGA SIDAGURGUR
444. SINAGA SIDAHAP INTU
445. SINAGA SIDAHASUHUT
446. SINAGA SIAL LAGAN
447. SINAGA PORT I DAMANIK
448. DAMANIK – AMBARITA
449. DAMANIK BARIBA
450. DAMANIK GURNING
451. DAMANIK MALAU
452. DAMANIK TOMOK SARAGI
453. SARAGIH-DJAWAK
454. SARAGIH DAMUNTE
455. SARAGIH DASALAK
456. SARAGIH GARINGGING
457. SARAGIH SIMARMATA
458. SARAGIH SITANGGANG
459. SARAGIH SUMBAYAK
460. SARAGIH TURNIP PURBA
461. PURBA BAWANG
462. PURBA DAGAMBIR
463. PURBA DASUHA
464. PURBA GIRSANG
465. PURBA PAKPAK
466. PUBA SIIDADOLOK
467. PURBA TAMBAK HALAK SILEBAN NA MASUK TU
MARGA NI BATAK
468. BARAT ( SIAN HUTABARAT)
469. BAUMI (MSRINGAN DI MANDAILING)
470. BULUARA ( MARIN GAN AN DI SINGKIL)
471. GOCI (MARINGANAN DI SINGKIL)
472. KU MBI (MARINGANAN DI SINGKIL)
473. MASOPANG (DASOPANG) SIAN HASIBUAN
474. MARDIA (MARIN GAN DI MANDAILING)
475. MELAYU (Maringan di Singkel) SIAN MALAU
476. NA SUT ION (deba mangakui siahaan do nasida pomparan ni si Badoar [sangti]
477. PALIS ( MARINGAN DI SINGKILDOLOK)
478. RAMIN (MARINGAN DI SINGKIL)
479. RANGKUTI ( didok deba nasida, turunan ni Sultan Zulqarnain sian Asia tu Mandailing)
Sumber:
http://www.sirajabatak.com
Ditulis dalam Marga batak
Tinggalkan sebuah Komentar
Tarombo si raja batak
Posted by Wanjen Simbolon
SI RAJA BATAK mempunyai 2 orang putra, yaitu :
1. GURU TATEA BULAN.
2. RAJA ISOMBAON.
GURU TATEA BULAN
Dari istrinya yang bernama SI BORU BASO BURNING, GURU TATEA BULAN memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri, yaitu :
- Putra :
a. SI RAJA BIAK-BIAK, pergi ke daerah Aceh.
b. TUAN SARIBURAJA.
c. LIMBONG MULANA.
d. SAGALA RAJA.
e. MALAU RAJA.
-Putri :
a. SI BORU PAREME, kawin dengan TUAN SARIBURAJA.
b. SI BORU ANTING SABUNGAN, kawin dengan TUAN SORIMANGARAJA, putra RAJA ISOMBAON.
c. SI BORU BIDING LAUT, juga kawin dengan TUAN SORIMANGARAJA.
d. SI BORU NAN TINJO, tidak kawin (banci).
TATEA BULAN artinya “TERTAYANG BULAN” = “TERTATANG BULAN”.
RAJA ISOMBAON (RAJA ISUMBAON)
RAJA ISOMBAON artinya RAJA YANG DISEMBAH. Isombaon kata dasarnya somba (sembah).
Semua keturunan SI RAJA BATAK dapat dibagi atas 2 golongan besar :
a. Golongan TATEA BULAN = Golongan Bulan = Golongan (Pemberi) Perempuan. Disebut juga GOLONGAN HULA-HULA = MARGA LONTUNG.
b. Golongan ISOMBAON = Golongan Matahari = Golongan Laki-laki. Disebut juga GOLONGAN BORU = MARGA SUMBA.
Kedua golongan tersebut dilambangkan dalam bendera Batak (bendera SI SINGAMANGARAJA), dengan gambar matahari dan bulan. Jadi, gambar matahari dan bulan dalam bendera tersebut melambangkan seluruh keturunan SI RAJA BATAK.
SARIBURAJA dan Marga-marga Keturunannya
SARIBURAJA adalah nama putra kedua dari GURU TATEA BULAN. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama SI BORU PAREME dilahirkan marporhas (anak kembar berlainan jenis).
Mula-mula SARIBURAJA kawin dengan NAI MARGIRING LAUT, yang melahirkan putra bernama RAJA IBORBORON (BORBOR). Tetapi kemudian SI BORU PAREME menggoda abangnya SARIBURAJA, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest. Setelah perbuatan melanggar adat itu diketahui oleh saudara-saudaranya, yaitu LIMBONG MULANA, SAGALA RAJA, dan MALAU RAJA, maka ketiga saudara tersebut sepakat untuk membunuh SARIBURAJA. Akibatnya SARIBURAJA mengembara ke hutan Sabulan meninggalkan SI BORU PAREME yang sedang dalam keadaan hamil. Ketika SI BORU PAREME hendak bersalin, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara, Tetapi di hutan tersebut SARIBURAJA kebetulan bertemu dengan dia.
SARIBURAJA datang bersama seekor harimau betina yang sebelumnya telah dipeliharanya menjadi “istrinya” di hutan itu. Harimau betina itulah yang kemudian merawat serta memberi makan SI BORU PAREME di dalam hutan. SI BORU PAREME melahirkan seorang putra yang diberi nama SI RAJA LONTUNG.
Dari istrinya sang harimau, SARIBURAJA memperoleh seorang putra yang diberi nama SI RAJA BABIAT. Di kemudian hari SI RAJA BABIAT mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga BAYOANGIN.
Karena selalu dikejar-kejar dan diintip oleh saudara-saudaranya, SARIBURAJA berkelana ke daeerah Angkola dan seterusnya ke Barus.
SI RAJA LONTUNG
Putra pertama dari TUAN SARIBURAJA. Mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu :
- Putra :
a. TUAN SITUMORANG, keturunannya bermarga SITUMORANG.
b. SINAGA RAJA, keturunannya bermarga SINAGA.
c. PANDIANGAN, keturunannya bermarga PANDIANGAN.
d. TOGA NAINGGOLAN, keturunannya bermarga NAINGGOLAN.
e. SIMATUPANG, keturunannya bermarga SIMATUPANG.
f. ARITONANG, keturunannya bermarga ARITONANG.
g. SIREGAR, keturunannya bermarga SIREGAR.
- Putri :
a. SI BORU ANAKPANDAN, kawin dengan TOGA SIHOMBING.
b. SI BORU PANGGABEAN, kawin dengan TOGA SIMAMORA.
Karena semua putra dan putri dari SI RAJA LONTUNG berjumlah 9 orang, maka mereka sering dijuluki dengan nama LONTUNG SI SIA MARINA, PASIA BORUNA SIHOMBING SIMAMORA.
SI SIA MARINA = SEMBILAN SATU IBU.
Dari keturunan SITUMORANG, lahir marga-marga cabang LUMBAN PANDE, LUMBAN NAHOR, SUHUTNIHUTA, SIRINGORINGO, SITOHANG, RUMAPEA, PADANG, SOLIN.
Dari keturunan SINAGA, lahir marga-marga cabang SIMANJORANG, SIMANDALAHI, BARUTU.
Dari keturunan PANDIANGAN, lahir marga-marga cabang SAMOSIR, GULTOM, PAKPAHAN, SIDARI, SITINJAK, HARIANJA.
Dari keturunan NAINGGOLAN, lahir marga-marga cabang RUMAHOMBAR, PARHUSIP, BATUBARA, LUMBAN TUNGKUP, LUMBAN SIANTAR, HUTABALIAN, LUMBAN RAJA, PUSUK, BUATON, NAHULAE.
Dari keturunan SIMATUPANG lahir marga-marga cabang TOGATOROP (SITOGATOROP), SIANTURI, SIBURIAN.
Dari keturunan ARITONANG, lahir marga-marga cabang OMPU SUNGGU, RAJAGUKGUK, SIMAREMARE.
Dari keturunan SIREGAR, lahir marga-marga cabang SILO, DONGARAN, SILALI, SIAGIAN, RITONGA, SORMIN.
SI RAJA BORBOR
Putra kedua dari TUAN SARIBURAJA, dilahirkan oleh NAI MARGIRING LAUT. Semua keturunannya disebut marga BORBOR.
Cucu RAJA BORBOR yang bernama DATU TALADIBABANA (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra, yang menjadi asal-usul marga-marga berikut :
1. DATU DALU (SAHANGMAIMA).
2. SIPAHUTAR, keturunannya bermarga SIPAHUTAR.
3. HARAHAP, keturunannya bermarga HARAHAP.
4. TANJUNG, keturunannya bermarga TANJUNG.
5. DATU PULUNGAN, keturunannya bermarga PULUNGAN.
6. SIMARGOLANG, keturunannya bermarga SIMARGOLANG.
Keturunan DATU DALU melahirkan marga-marga berikut :
a. PASARIBU, BATUBARA, HABEAHAN, BONDAR, GORAT.
b. TINENDANG, TANGKAR.
c. MATONDANG.
d. SARUKSUK.
e. TARIHORAN.
f. PARAPAT.
g. RANGKUTI.
Keturunan DATU PULUNGAN melahirkan marga-marga LUBIS dan HUTASUHUT.
LIMBONG MULANA dan Marga-marga Keturunannya
LIMBONG MULANA adalah putra ketiga dari GURU TATEA BULAN. Keturunannya bermarga LIMBONG. Dia mempunyai 2 orang putra, yaitu PALU ONGGANG dan LANGGAT LIMBONG. Putra dari LANGGAT LIMBONG ada 3 orang. Keturunan dari putranya yang kedua kemudian bermarga SIHOLE dan keturunan dari putranya yang ketiga kemudian bermarga HABEAHAN. Yang lainnya tetap memakai marga induk, yaitu LIMBONG.
SAGALA RAJA
Putra keempat dari GURU TATEA BULAN. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga SAGALA.
LAU RAJA dan Marga-marga Keturunannya
LAU RAJA adalah putra kelima dari GURU TATEA BULAN. Keturunannya bermarga MALAU. Dia mempunyai 4 orang putra, yaitu :
a. PASE RAJA, keturunannya bermarga PASE.
b. AMBARITA, keturunannya bermarga AMBARITA.
c. GURNING, keturunannya bermarga GURNING.
d. LAMBE RAJA, keturunannya bermarga LAMBE.
Salah seorang keturunan LAU RAJA diberi nama MANIK RAJA, yang kemudian menjadi asal-usul lahirnya marga MANIK.
TUAN SORIMANGARAJA dan Marga-marga Keturunannya
TUAN SORIMANGARAJA adalah putra pertama dari RAJA ISOMBAON. Dari ketiga putra RAJA ISOMBAON, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu :
a. SI BORU ANTING MALELA (NAI RASAON), putri dari GURU TATEA BULAN.
b. SI BORU BIDING LAUT (NAI AMBATON), juga putri dari GURU TATEA BULAN.
c. SI BORU SANGGUL HAOMASAN (NAI SUANON).
SI BORU ANTING MALELA melahirkan putra yang bernama TUAN SORBA DJULU (OMPU RAJA NABOLON), gelar NAI AMBATON.
SI BORU BIDING LAUT melahirkan putra yang bernama TUAN SORBA DIJAE (RAJA MANGARERAK), gelar NAI RASAON.
SI BORU SANGGUL HAOMASAN melahirkan putra yang bernama TUAN SORBADIBANUA, gelar NAI SUANON.
NAI AMBATON (TUAN SORBA DJULU/OMPU RAJA NABOLON)
Nama (gelar) putra sulung TUAN SORIMANGARAJA lahir dari istri pertamanya yang bernama NAI AMBATON. Nama sebenarnya adalah OMPU RAJA NABOLON, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga NAI AMBATON menurut nama ibu leluhurnya.
NAI AMBATON mempunyai 4 orang putra, yaitu :
a. SIMBOLON TUA, keturunannya bermarga SIMBOLON.
b. TAMBA TUA, keturunannya bermarga TAMBA.
c. SARAGI TUA, keturunannya bermarga SARAGI.
d. MUNTE TUA, keturunannya bermarga MUNTE (MUNTE, NAI MUNTE, atau DALIMUNTE).
Dari keempat marga pokok tersebut, lahir marga-marga cabang sebagai berikut (menurut buku “Tarombo Marga Ni Suku Batak” karangan W. Hutagalung) :
a. Dari SIMBOLON : TINAMBUNAN, TUMANGGOR, MAHARAJA, TURUTAN, NAHAMPUN, PINAYUNGAN. Juga marga-marga BERAMPU dan PASI.
b. Dari TAMBA : SIALLAGAN, TOMOK, SIDABUTAR, SIJABAT, GUSAR, SIADARI, SIDABOLAK, RUMAHORBO, NAPITU.
c. Dari SARAGI : SIMALANGO, SAING, SIMARMATA, NADEAK, SIDABUNGKE.
d. Dari MUNTE : SITANGGANG, MANIHURUK, SIDAURUK, TURNIP, SITIO, SIGALINGGING.
Keterangan lain mengatakan bahwa NAI AMBATON mempunyai 2 orang putra, yaitu SIMBOLON TUA dan SIGALINGGING. SIMBOLON TUA mempunyai 5 orang putra, yaitu SIMBOLON, TAMBA, SARAGI, MUNTE, dan NAHAMPUN.
Walaupun keturunan NAI AMBATON sudah terdiri dari berpuluih-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang melarang perkawinan antar sesama marga keturunan NAI AMBATON.
Catatan mengenai OMPU BADA, menurut buku “Tarombo Marga Ni Suku Batak” karangan W. Hutagalung, OMPU BADA tersebut adalah keturunan NAI AMBATON pada sundut kesepuluh.
Menurut keterangan dari salah seorang keturunan OMPU BADA (MPU BADA) bermarga GAJAH, asal-usul dan silsilah mereka adalah sebagai berikut :
a. MPU BADA ialah asal-usul dari marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, dan BARASA.
b. Keenam marga tersebut dinamai SIENEMKODIN (Enem = enam, Kodin = periuk) dan nama tanah asal keturunan MPU BADA pun dinamai SIENEMKODIN.
c. MPU BADA bukan keturunan NAI AMBATON, juga bukan keturunan SI RAJA BATAK dari Pusuk Buhit.
d. Lama sebelum SI RAJA BATAK bermukim di Pusuk Buhit, OMPU BADA telah ada di tanah Dairi. Keturunan MPU BADA merupakan ahli-ahli yang trampil (pawang) untuk mengambil serta mengumpulkan kapur barus yang diekspor ke luar negeri selama berabad-abad.
e. Keturunan MPU BADA menganut sistem kekerabatan Dalihan Natolu seperti yang dianut oleh saudara-saudaranya dari Pusuk Buhit yang datang ke tanah Dairi dan Tapanuli bagian barat.
NAI RASAON (RAJA MANGARERAK) : nama (gelar) putra kedua dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari istri kedua TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI RASAON. Nama sebenarnya ialah RAJA MANGARERAK, tetapi hingga sekarang semua keturunan RAJA MANGARERAK lebih sering dinamai orang NAI RASAON.
RAJA MANGARERAK mempunyai 2 orang putra, yaitu RAJA MARDOPANG dan RAJA MANGATUR. Ada 4 marga pokok dari keturunan RAJA MANGARERAK :
a. Dari RAJA MARDOPANG, menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga SITORUS, SIRAIT, dan BUTAR BUTAR.
b. Dari RAJA MANGATUR, menurut nama putranya, TOGA MANURUNG, lahir marga MANURUNG.
Marga PANE adalah marga cabang dari SITORUS.
NAI SUANON (TUAN SORBADIBANUA) : nama (gelar) putra ketiga dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari istri ketiga TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI SUANON. Nama sebenarnya ialah TUAN SORBADIBANUA, dan di kalangan keturunannya lebih sering dinamai TUAN SORBADIBANUA.
TUAN SORBADIBANUA mempunyai 2 orang istri dan memperoleh 8 orang putra.
Dari istri pertama (putri SARIBURAJA) :
a. SI BAGOT NI POHAN, keturunannya bermarga POHAN.
b. SI PAET TUA.
c. SI LAHI SABUNGAN, keturunannya bermarga SILALAHI.
d. SI RAJA OLOAN.
e. SI RAJA HUTA LIMA.
Dari istri kedua (BORU SIBASOPAET, putri Mojopahit) :
a. SI RAJA SUMBA.
b. SI RAJA SOBU.
c. TOGA NAIPOSPOS, keturunannya bermarga NAIPOSPOS.
Keluarga TUAN SORBADIBANUA bermukim di Lobu Parserahan – Balige. Pada suatu ketika, terjadi peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, TUAN SORBADIBANUA menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa sengaja, mata SI RAJA HUTA LIMA terkena oleh lembing SI RAJA SOBU. Hal tersebut mengakibatkan emosi kedua istrinya beserta putra-putra mereka masing-masing, yang tak dapat lagi diatasi oleh TUAN SORBADIBANUA. Akibatnya, istri keduanya bersama putra-putranya yang 3 orang pindah ke Lobu Gala-gala di kaki gunung Dolok Tolong sebelah barat.
Keturunana TUAN SORBADIBANUA berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini.
Keturunan SI BAGOT NI POHAN melahirkan marga dan marga cabang berikut :
a. TAMPUBOLON, BARIMBING, SILAEN.
b. SIAHAAN, SIMANJUNTAK, HUTAGAOL, NASUTION.
c. PANJAITAN, SIAGIAN, SILITONGA, SIANIPAR, PARDOSI.
d. SIMANGUNSONG, MARPAUNG, NAPITUPULU, PARDEDE.
Keturunan SI PAET TUA melahirkan marga dan marga cabang berikut :
a. HUTAHAEAN, HUTAJULU, ARUAN.
b. SIBARANI, SIBUEA, SARUMPAET.
c. PANGARIBUAN, HUTAPEA.
Keturunan SI LAHI SABUNGAN melahirkan marga dan marga cabang berikut :
a. SIHALOHO.
b. SITUNGKIR, SIPANGKAR, SIPAYUNG.
c. SIRUMASONDI, RUMASINGAP, DEPARI.
d. SIDABUTAR.
e. SIDABARIBA, SOLIA.
f. SIDEBANG, BOLIALA.
g. PINTUBATU, SIGIRO.
h. TAMBUN (TAMBUNAN), DOLOKSARIBU, SINURAT, NAIBORHU, NADAPDAP, PAGARAJI, SUNGE, BARUARA, LUMBAN PEA, LUMBAN GAOL.
Keturunan SI RAJA OLOAN melahirkan marga dan marga cabang berikut :
a. NAIBAHO, UJUNG, BINTANG, MANIK, ANGKAT, HUTADIRI, SINAMO, CAPA.
b. SIHOTANG, HASUGIAN, MATANIARI, LINGGA, MANIK.
c. BANGKARA.
d. SINAMBELA, DAIRI.
e. SIHITE, SILEANG.
f. SIMANULLANG.
Keturunan SI RAJA HUTA LIMA melahirkan marga dan marga cabang berikut :
a. MAHA.
b. SAMBO.
c. PARDOSI, SEMBIRING MELIALA.
Keturunan SI RAJA SUMBA melahirkan marga dan marga cabang berikut :
a. SIMAMORA, RAMBE, PURBA, MANALU, DEBATARAJA, GIRSANG, TAMBAK, SIBORO.
b. SIHOMBING, SILABAN, LUMBAN TORUAN, NABABAN, HUTASOIT, SITINDAON, BINJORI.
Keturunan SI RAJA SOBU melahirkan marga dan marga cabang berikut :
a. SITOMPUL.
b. HASIBUAN, HUTABARAT, PANGGABEAN, HUTAGALUNG, HUTATORUAN, SIMORANGKIR, HUTAPEA, LUMBAN TOBING, MISMIS.
Keturunan TOGA NAIPOSPOS melahirkan marga dan marga cabang berikut :
a. MARBUN, LUMBAN BATU, BANJARNAHOR, LUMBAN GAOL, MEHA, MUNGKUR, SARAAN.
b. SIBAGARIANG, HUTAURUK, SIMANUNGKALIT, SITUMEANG.
***
DONGAN SAPADAN (TEMAN SEIKRAR, TEMAN SEJANJI)
Dalam masyarakat Batak, sering terjadi ikrar antara suatu marga dengan marga lainnya. Ikrar tersebut pada mulanya terjadi antara satu keluarga dengan keluarga lainnya atau antara sekelompok keluarga dengan sekelompok keluarga lainnya yang marganya berbeda. Mereka berikrar akan memegang teguh janji tersebut serta memesankan kepada keturunan masing-masing untuk tetap diingat, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan setia. Walaupun berlainan marga, tetapi dalam setiap marga pada umumnya ditetapkan ikatan, agar kedua belah pihak yang berikrar itu saling menganggap sebagai dongan sabutuha (teman semarga). Konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak yang berikrar wajib menganggap putra dan putri dari teman ikrarnya sebagai putra dan putrinya sendiri. Kadang-kadang ikatan kekeluargaan karena ikrar atau padan lebih erat daripada ikatan kekeluargaan karena marga. Karena ada perumpamaan Batak mengatakan sebagai berikut :
“Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang;
Togu nidok ni uhum, toguan nidok ni padan”
artinya :
“Teguh akar bambu, lebih teguh akar rumput;
Teguh ikatan hukum, lebih teguh ikatan janji”
Masing-masing ikrar tersebut mempunyai riwayat tersendiri. Marga-marga yang mengikat ikrar antara lain adalah :
a. MARBUN dengan SIHOTANG.
b. PANJAITAN dengan MANULLANG.
c. TAMPUBOLON dengan SITOMPUL.
d. SITORUS dengan HUTAJULU – HUTAHAEAN – ARUAN.
e. NAHAMPUN dengan SITUMORANG.
CATATAN TAMBAHAN
1. Selain PANE, marga-marga cabang lainnya dari SITORUS adalah BOLTOK dan DORI.
2. Marga-marga PANJAITAN, SILITONGA, SIANIPAR, SIAGIAN, dan PARDOSI tergabung dalan suatu punguan (perkumpulan) yang bernama TUAN DIBANGARNA. Menurut yang saya ketahui, dahulu antar seluruh marga TUAN DIBANGARNA ini tidak boleh saling kawin. Tetapi entah kapan ada perjanjian khusus antara marga SIAGIAN dan PANJAITAN, bahwa sejak saat itu antar mereka (kedua marga itu) boleh saling kawin.
3. Marga SIMORANGKIR adalah salah satu marga cabang dari PANGGABEAN. Marga-marga cabang lainnya adalah LUMBAN RATUS dan LUMBAN SIAGIAN.
4. Marga PANJAITAN selain mempunyai ikatan janji (padan) dengan marga SIMANULLANG, juga dengan marga-marga SINAMBELA dan SIBUEA.
5. Marga SIMANJUNTAK terbagi 2, yaitu HORBOJOLO dan HORBOPUDI. Hubungan antara kedua marga cabang ini tidaklah harmonis alias bermusuhan selama bertahun-tahun, bahkan sampai sekarang. (mereka yang masih bermusuhan sering dikecam oleh batak lainnya dan dianggap batak bodoh)
6. TAMPUBOLON mempunyai putra-putra yang bernama BARIMBING, SILAEN, dan si kembar LUMBAN ATAS & SIBULELE. Nama-nama dari mereka tersebut menjadi nama-nama marga cabang dari TAMPUBOLON (sebagaimana biasanya cara pemberian nama marga cabang pada marga-marga lainnya).
7. Pada umumnya, jika seorang mengatakan bahwa dia bermarga SIAGIAN, maka itu adalah SIAGIAN yang termasuk TUAN DIBANGARNA, bukan SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari SIREGAR ataupun LUMBAN SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari PANGGABEAN.
8. Marga SIREGAR, selain terdapat di suku Batak Toba, juga terdapat di suku Batak Angkola (Mandailing). Yang di Batak Toba biasa disebut “Siregar Utara” sedangkan yang di Batak Angkola (Mandailing) biasa disebut “Siregar Selatan”.
9. Marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, BARASA, NAHAMPUN, TUMANGGOR, ANGKAT, BINTANG, TINAMBUNAN, TINENDANG, BARUTU, HUTADIRI, MATANIARI, PADANG, SIHOTANG, dan SOLIN juga terdapat di suku Batak Pakpak (Dairi).
10. Di suku Batak Pakpak (Dairi) :
a. BUNUREA disebut juga BANUREA.
b. TUMANGGOR disebut juga TUMANGGER.
c. BARUTU disebut juga BERUTU.
d. HUTADIRI disebut juga KUDADIRI.
e. MATANIARI disebut juga MATAHARI.
f. SIHOTANG disebut juga SIKETANG.
11. Marga SEMBIRING MELIALA juga terdapat di suku Batak Karo. SEMBIRING adalah marga induknya, sedangkan MELIALA adalah salah satu marga cabangnya.
12. Marga DEPARI juga terdapat di suku Batak Karo. Marga tersebut juga merupakan salah satu marga cabang dari SEMBIRING.
13. Jangan keliru (bedakan) :
a. SITOHANG dengan SIHOTANG.
b. SIADARI dengan SIDARI.
c. BUTAR BUTAR dengan SIDABUTAR.
d. SARAGI (Batak Toba) dengan SARAGIH (Batak Simalungun).
a. SITOHANG dengan SIHOTANG.
b. SIADARI dengan SIDARI.
c. BUTAR BUTAR dengan SIDABUTAR.
d. SARAGI (Batak Toba) dengan SARAGIH (Batak Simalungun).
14. Entah kebetulan atau barangkali memang ada kaitannya, marga LIMBONG juga terdapat di suku Toraja.
15. Marga PURBA juga terdapat di suku Batak Simalungun.
Sumber:
“Kamus Budaya Batak Toba” karangan M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987
Disadur oleh: * http://forum.bersamatoba.com/
* lamsiharp.blogspot.com
Langganan:
Postingan (Atom)